Juni 04, 2016

Muhammad Ali Meninggal Dunia

Muhammad Ali Meninggal Dunia

Melalui akun resmi Instagram miliknya, Manny Pacquiao berharap kesembuhan Muhammad Ali. Ia pun mengajak semua untuk menyatukan pikiran dan doa untuk kesembuhan Muhammad Ali. Namun beberapa jam kemudian Muhammad Ali meninggal dunia, Sabtu (4/6/2016).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Ali, mantan juara dunia kelas berat sekaligus legenda tinju dunia meninggal dunia di usia 74 tahun. Di luar ring tinju, dia terkenal akan keberaniannya berbicara termasuk saat menolak ikut perang Vietnam dan keberaniannya menentang calon presiden AS Donald Trump. "Setelah pertempuran 32 tahun dengan penyakit Parkinson, Muhammad Ali telah meninggal dunia pada usia 74 tahun. Tiga kali Juara Dunia Kelas Berat tersebut meninggal malam ini," Bob Gunnell, juru bicara keluarga, kepada NBC News. Ali telah menderita penyakit Parkinson selama tiga dekade, kondisi neurologis progresif yang perlahan merampas kedua kemampuan lisan dan ketangkasan fisik sang legenda. Sebuah upacara pemakaman direncanakan di kampung halamannya di Louisville, Kentucky. Meski akhir-akhir ini kondisi kesehatannya terus menurun, Ali tidak ragu untuk mengutarakan pendapatnya tentang situasi politik atau kontroversi. Terbaru, pada Desember Ali mengkritik usulan calon presiden dari Partai Republik Donald Trump untuk melarang umat Islam masuk ke Amerika Serikat. "Kita sebagai umat Islam harus berdiri untuk mereka yang menggunakan Islam untuk memajukan agenda pribadi mereka sendiri," katanya. Pernyataan itu mengapit kehidupan seorang pria yang meledak ke dalam kesadaran nasional di awal 1960-an, ketika sebagai juara muda kelas berat ia masuk Islam dan menolak untuk terlibat dalam Perang Vietnam, dan menjadi lambang kekuatan, kefasihan, hati nurani dan keberanian. Ali adalah seorang pemain sandiwara anti kemapanan yang melampaui batas dan hambatan, ras dan agama. Perkelahian melawan orang lain menjadi kacamata, tapi ia mewujudkan pertempuran yang jauh lebih besar dalam kehidupan nyata. (nbcnews) Editor: Hasanudin Aco Sumber: Intisari
==============
 Sabtu, 04 Juni 2016, 19:49 WIB

Muhammad Ali di Mata Tokoh Dunia 

Red: Citra Listya Rini EPA/MANFRED REHM

 REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Legenda tinju dunia Muhammad Ali yang meninggal dunia pada Sabtu (4/6) WIB dikenang oleh sejumlah tokoh sebagai juara yang sesungguhnya di atas dan di luar ring tinju.
Berikut komentar dan kenangan sejumlah tokoh:
Pendeta Al Sharpton, pemimpin hak-hak sipil di New York:
"Ali, ia dulu dan selamanya sebagai yang terhebat. Seorang juara yang sesungguhnya di atas dan di luar ring tinju. Pendeta Jesse Jackson Sr, pejuang hak-hak asasi manusia: "Mari kita berdoa untuk Muhammad All. Kebaikan bagi Amerika, juara tinju dunia, pahlawan perubahan sosial dan anti perang.
George Foreman, mantan petinju kelas berat: "Muhammad Ali satu dari manusia-manusia hebat yang pernah saya temui. Tidak diragukan lagi, dia orang hebat di masa ini. Tidak adil jika menganggapnya hanya sebagai petinju."
 Floyd Mayweather Jr, juara dunia tinju di lima kelas:" Tidak ada lagi Muhammad Ali yang lain. Komunitas kulit hitam sedunia memerlukannya. Ia adalah suara bagi kami."
 Manny Pacquiao, politisi dan petinju top Filipina:" Kita kehilangan orang besar. Muhammad Ali memberi banyak benefit bagi olahraga tinju. Tapi lebih banyak lagi yang ia berikan untuk kemanusiaan.
 Donald Trump, kandidat presiden AS dari Partai Republik: "Muhammad Ali meninggal di usia 74. Ia juara sesungguhnya dan orang yang hebat. Ia akan dikenang semua orang."
 Hillary Clinton, kandidat presiden AS dari Partai Demokrat: "Sejak ia meraih medali emas Olimpiade 1960, para penggemar tinju seluruh dunia dapat menyaksikan gabungan dari kekuatan, kecepatan dan keindahan penampilan yang mungkin tidak akan terulang lagi."
 ======
Muhammad Ali Meninggal, Ini Kata Obama
 M. Syahran W. Lubis
 Sabtu, 04/06/2016 21:49 WIB
Presiden AS Barack Obama menyalami Muhammad Ali 
Examiner.com Bisnis.com, 


 JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Barack Obama bergabung dengan begitu banyak orang di seluruh dunia mengenang dan hidup dan warisan dari Muhammad Ali, petinju legendaris yang meninggal dunia pada Jumat tengah malam waktu AS (3/6/2016) atau Sabtu siang WIB (4/6/2016). Pada Sabtu pagi waktu AS atau Sabtu malam WIB, Obama, yang 6 tahun lalu menyebut Muhammad Ali sebagai sangat berarti dalam hidupnya, mengungkapkan rasa duka citanya. “Sebagaimana setiap orang lain di planet ini, Michelle (istri Obama) dan saya berduka atas kepergian Ali. Tapi kami juga berterima kasih kepada Tuhan karena betapa beruntungnya kita telah mengenalnya, betapa beruntungnya kita semua bahwa The Greatest (Ali) memilih waktunya untuk kita,” kata Obama. Obama mengemukakan bahwa di ruang Oval di Gedung Putih, kantornya, dia masih menyimpan sarung tinju Ali di bawah sebuah foto sang ikon selepas satu pertandingan. Sang presiden memuji Ali sebagai seorang yang luar biasa, penuh semangat, yang membuat “Amerika seperti yang kita kenal sekarang”. Dia lantas memuji Ali sebagai orang yang berjuang di jalan kebenaran, bukan sekadar soal bertarung di atas ring tinju. “Dia setara dengan King (Martin Luther King, pejuang hak asasi manusia) dan Mandela (Nelson Mandela, pejuang HAM Afrika Selatan yang kemudian menjadi presiden negara itu). Dia (Ali) berani berdiri ketika sulit, berani bicara saat orang lain hanya diam.” Source : Time.com Editor : M. Syahran W. Lubis

 ======================

 Kupu-Kupu itu Akhirnya Tak Lagi Bisa Menari di Atas Ring 

Sabtu, 4 Juni 2016 19:47 WIB

INTERNET Muhammad Ali dan The Beatles. Foto tahun 1964

SAYA pertama kali mendengar nama Muhammad Ali dari bapak saya pada tahun 1984. Saya masih SD dan segera mengira bahwa ia orang Indonesia hanya karena namanya mirip dengan nama tetangga saya --seorang lelaki tua, PNS hampir pensiun, yang hidup berdua saja dengan istrinya dan malam-malam mereka dihabiskan dengan mengajar anak-anak mengaji, termasuk saya. Bagaimana rupa Muhammad Ali, saat itu saya memang tak tahu. Sekadar membayang- bayangkan secara liar dan ngawur, sehingga kadang-kadang, wajah Pak Ali yang uzur, bisa melintas. Indonesia di tahun 1984 tidak seperti Indonesia kekinian. Tidak ada koneksi internet. Bahkan belum ada komputer kecuali di beberapa bidang kerja yang sangat khusus. Berita hanya bisa diakses lewat surat kabar atau koran, atau didengarkan melalui radio, atau dengan menonton televisi, di mana satu-satunya stasiun yang mengudara adalah TVRI. Muhammad Ali gantung sarung tinju, pensiun dari arena adu pukul, pada tahun 1981, dan saya baru menonton pertandingannya, lewat satu rekaman pertandingannya di televisi pemerintah itu, lima tahun berselang. Saya lupa apakah di program "Dari Gelanggang ke Gelanggang" atau "Arena dan Juara". Yang pasti, dan saya ingat betul, pembawa acaranya Max Sopacua. Rekaman duel ini sempat membuat saya kecewa. Bayangan saya terhadap sosok Muhammad Ali sungguh jauh sekali. Dia bukan seperti orang Indonesia. Tongkrongannya tinggi besar, kulit legam, rambutnya keriting, dan berbicara dengan bahasa yang tak saya mengerti. Bahasa seperti yang diucapkan Jon Baker dan Frank Poncherello, dua polisi lalu lintas jagoan dalam serial ChiPs yang sering saya curi-curi tonton. Jikapun ada perkara yang agak melegakan adalah agama Ali. Seperti saya, dia juga Islam. Dan ini membuat saya takjub. Pemikiran saya yang masih cetek dan lugu mengklasifikasikan fakta ini sebagai hal luar biasa. Ternyata ada orang di luar Indonesia, di luar bangsa-bangsa Arab, yang beragama Islam. Saya sama sekali belum tahu bahwa Ali sebelumnya bernama Cassius Clay. Sejak itu saya makin sering menonton rekaman-rekaman pertandingan Ali, yang lambat laun juga menumbuhkembangkan ketertarikan saya terhadap tinju. Selain Ali saya menonton Ken Norton, George Foreman, Leon Spinks, Larry Holmes, Michael Spinks, dan di kemudian hari Mike Tyson, Evander Holyfield, dan Lennox Lewis di kelas berat. Lalu Sugar Ray Leonard, Roberto Duran, Thomas Hearns, Marvin Hagler, Julio Cesar Chavez, hingga generasi Roy Jones Jr, Oscar De La Hoya, Felix Trinidad, Naseem Hamed, Bernard Hopkins, Juan Manuel Marquez, Floyd Mayweather Jr dan Manny Paquiao di kelas-kelas menengah. Namun bagi saya, kecuali barangkali Sugar Ray Leonard yang agak-agak mendekati, tidak ada petinju yang memiliki kelengkapan pesona seperti Muhammad Ali. Tidak ada yang dengan begitu sempurna bisa memadukan antara kekerasan dan keindahan, lantas mengemasnya menjadi pertunjukan yang menghibur. Bukan cuma duelnya, akan tetapi juga sekaligus dirinya.Muhammad Ali adalah pertunjukan itu sendiri. Tahun 1964 dia bertemu The Beatles. John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Star adalah empat laki-laki paling kondang di kolong langit. Mereka rock star yang sedangnangkring di puncak popularitas. Ali mampu mengimbangi kecemerlangan itu. Secarik foto pertemuan mereka, foto di mana Ali melepaskan jab ke kepala George Harrison dan berefek domino pada McCartney, John Lennon, dan Ringo Star, menjadi satu di antara foto icon yang melegenda. Satu kalimat Ali dalam pertemuan, juga kesohor dan barangkali akan dikenang untuk waktu yang lama: "You ain't no fool if you from Liverpool." Adakah petinju lain yang seperti itu? Secara teknis, Leonard mendekati. Seperti Ali, dia juga piawai menari-nari di lapangan. Kaki-kakinya lincah dan ringan, pukulannya berat, cepat dan keras. Leonard adalah "penerus" filosofi bertinju Muhammad Ali: float like a butterfly, sting like a bee, The hands can't hit what the eyes can't see. Menari seperti kupu-kupu, menyengat seperti lebah, tangan bisa memukul apa yang tidak terlihat oleh mata. Kerapuhan yang menipu. Tapi Leonard tidak populer. Dari sisi ini, dia kalah jauh dari Ali. Popularitas dimiliki Oscar De La Hoya, Manny Paquiao, dan Floyd Mayweather Jr. Tapi tetap tak lengkap. Gaya bertinju De La Hoya dan Pacquiao tidak indah. Main hantam dengan pukulan mematikan. Nyaris brutal. Mike Tyson dalam ukuran lebih mini. Mereka nyaris tak pernah menari. Mayweather bertinju dengan indah. Berteknik tinggi, menghitung cermat tiap langkah, dan cerdik. Dia mirip Ali. Popularitasnya juga menjulang. Namun berbeda dari Ali, popularitas ini lebih banyak berangkat dari perkara-perkara yang buruk dan kontroversial. Ali adalah people champions, Mayweather tidak. Sepanjang kariernya yang cemerlang di atas ring, Muhammad Alimelakoni 61 duel. Lima di antaranya berkesudahan dengan kekalahan, yakni dari Joe Frazier (1971), Ken Norton (1973), Leon Spinks (1978), Larry Holmes (1980), dan Trevor Berbick (1981). Kekalahan atas Berbick menutup karier Ali. Namun Ali terus bertarung. Bukan lagi melawan petinju di atas ring, melainkan melawan dirinya sendiri. Melawan Parkinson yang menggerogoti syaraf-syaraf motoriknya, yang membuatnya sulit bergerak, bahkan untuk sekadar mengangkat kedua tangannya. Ali bertarung selama 32 tahun dan tadi pagi, 4 Juni 2016, perlawanan itu berakhir. Ali kalah. Tapi kali ini, kekalahan tak bermakna melepaskan. Kali ini, atas kekalahannya Muhammad Ali justru mendapatkan. Yaitu pengukuhan pengakuan dirinya sebagai 'the greatest all the time', yang terbesar sepanjang masa. twitter: @aguskhaidir
 =======