CERMIN KITA

SOEKARNO, ANGKATAN DARAT, DAN DEKRIT PRESIDEN

Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, pada Desember 1949, berakibat langsung pada perubahan sistem pemerintahan, dari sebelumnya yang presidensial menjadi demokrasi parlementer dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950. Periode ketika demokrasi parlementer adalah suatu kurun waktu yang penuh pergulatan dan pergolakan politik, ditandai jatuh bangunnya kabinet, praktik korupsi, dan kemerosotan ekonomi.

Dalam kondisi politik yang dipenuhi turmoil and change seperti itu, Nasution diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada 1949 semasa Kabinet Mohammad Hatta. Saat itu sering terjadi benturan politik antara pihak sipil dan militer, akibat penerapan azas civilian supremacy over the military dalam sistem demokrasi parlementer. Nasution pun beralasan, secara historis militer Indonesia telah sejak awal terlibat dalam masalah-masalah sipil pemerintahan. “Karena itu Angkatan Perang Republik Indonesia adalah Tentara Nasional, Tentara Rakyat, Tentara Revolusi,” ujar Nasution dalam buku biografi “Perjalanan Hidup A.H. Nasution – Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai” (1998). 

Saat Soekarno, Hatta, sejumlah menteri dan para petinggi negara ditangkap dan ditahan Belanda akibat Agresi Militer Belanda II pada 18 Desember 1948, Panglima Besar Jenderal Sudirman, yang meskipun sedang menderita sakit, memberikan perintah “dengan atau tanpa pemerintah, TNI jalan terus mempertahankan kemerdekaan”, sambil ditandu terus memimpin perang gerilya melawan tentara Belanda. Pada saat itu pula, pertama kali sejak Proklamasi Kemerdekaan, melalui upaya Nasution, militer berinisiatif membentuk pemerintahan. Pada 22 Desember 1948 didirikanlah pemerintahan militer di Jawa dimana Nasution bertindak sebagai Kepala Pemerintahan Militer se-Jawa. Dalam memoarnya, Nasution mengungkapkan, satu bulan kemudian Jenderal Sudirman yang saat itu sedang bergerilya, mengirimkan persetujuannya atas pemerintahan militer. 

( Ada PDRI, Sjafrudin Prawiranegara  di BukSumatera )
Akibat berlangsungnya kekacauan politik dalam sistem demokrasi parlementer saat itu, dalam pidatonya pada Dies Natalis Akademi Militer Nasional yang pertama di Magelang pada 11 November 1958, Nasution menegaskan “Jalan Tengah Tentara”, bahwa militer Indonesia tak akan memainkan peranan politik secara langsung atau mendominasi kekuasaan seperti halnya junta militer di Amerika Latin, tapi sebaliknya juta tak akan bersikap pasif sebagai subordinasi sipil seperti di Eropa Barat. TNI tak akan bertindak sebagai penonton di pinggir arena politik, akan tetapi TNI akan turut terlibat dalam kebijakan nasional di bidang politik, ekonomi, keuangan, dan internasional. 

Berikutnya diciptakan prakondisi untuk proses perubahan sistem tatanan pemerintahan yang tidak lagi parlementer sambil menyesuaikan dengan kemauan Presiden Soekarno untuk menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin, yang mesti diletakkan dalam kerangka kembali ke UUD 1945, sehingga posisi eksekutif menjadi lebih kuat dan stabil. Melalui naskah tulisannya “Sejarah Kembali ke UUD 45”, yang tidak pernah diterbitkan, Nasution mengisahkan, Presiden Soekarno menegaskan dirinya menyetujui “prakarsa” Nasution dalam Dewan Nasional untuk kembali ke UUD 45. Selanjutnya digagas penyelenggaraan Konferensi Panglima/Penguasa Perang se-Indonesia dengan tema pematangan sikap politik Angkatan Darat terhadap Demokrasi Terpimpin dan UUD 1945. 

Saat menyambut kedatangan Presiden Soekarno dari luar negeri pada 29 Juni 1959, disiapkan aksi penyambutan yang melibatkan ribuan orang dari FNPIB, BKS Pemuda-Militer, IPKI, dan massa dari 17 partai. Ketika itu Presiden Soekarno betul-betul dielu-elukan ribuan massa yang menyambutnya. Seperti dikutip dari tulisan Notosoetardjo, “Kembali Kepada Djiwa Proklamasi ‘45”, Soekarno yang sedang larut dalam suasana saat itu menyatakan, “…sekarang saya akan mengambil keputusan berdasarkan kehendak rakyat terbanyak. Maka dengan demikian saya tidak akan mengambil keputusan sebagai seorang diktator…”. 

Sejak itu kehendak politik untuk kembali ke UUD ’45 menggelinding tanpa hambatan. Pagi hari pada 4 Juli 1959, Presiden Soekarno memanggil ketiga Kepala Staf Angkatan Perang, termasuk Nasution sebagai KSAD. Pada siangnya, Presiden Soekarno memanggil PM Juanda, Nasution, dan Roeslan Abdulgani. Dalam pertemuan itu, Presiden Soekarno menyampaikan kepada mereka, akan “mengumumkan dan membuat keputusan yang maha penting esok hari.” 

Esoknya, pagi hari pada 5 Juli, Presiden Soekarno bertemu dengan kabinet inti. Dan pada sorenya, di hadapan ribuan massa, Presiden Soekarno menyampaikan sebuah pidato, dengan maklumat utama untuk kembali ke UUD 1945. Pidato tersebut dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. (Ari Nurcahyo PS)  

======

TELAGA HATI; Kopiah Be-Ka

Blogger Gadgets





======== 
Soekarno di PadangJapang
Disaat Belanda menyerah kalah kepada Jepang Seokarno tengah dibuang oleh Belanda di Bengkulu. Oleh Belanda Soekarno hendak dibawa ke luar negeri, namun kapal untuk Belanda lari ke luar negeri mengalami pecah di pulau Enggano. Akhirnya Soekarno ditinggalkan begitu saja di Padang. Setelah berjalan kaki dari Bengkulu melalui Muko-Muko, dan  terus melewati Indrapura dan Painan dipesisir pantai Barat akhirnya samapai di Padang.
“Di Padang Ir.Soekarno dan keluarganya tinggal di rumah dr. Waworuntu, seorang dokter hewan. Dari rumah inilah ia memulai aktivitasnya kembali sebagai seorang pemimpin perjuangan yang telah bebas darikungkungan Belanda.”<a>[1]</a>
Soekarno berkeliling Sumatera Barat mulai dariPadang dan sekitarnya, ia membangkitkan semangat perjuangan mempersiapkanKemerdekaan Indonesia dengan menemui tokoh-tokoh masyarakat dan mengadakanpertemuan dan rapat-rapat. Ia sering ditemani oleh Sutan Usman Karim ( Suska)yang kadang-kadang bertindak sebagai juru bicara dan juga sopir.
Soekarno sengajamengunjungi Sjech Abbas Abdullah ke suraunya di Puncak Bakuang (Maret-April)1942, setelah Bungkarno ditinggalkan Belanda di Padang. Ia malah sempat melakukan pembicaraan denganJepang di Padang. Jepang memberikan kelonggaran kepada Soekarno untuk melakukan beberapa persiapan untuk menuju Indonesia Merdeka.
Pada ketika itulah setelah berkeliling sekitarkota Bukittinggi, Ir. Soekarno sengaja mengunjungi Syech Abbas Abdullah,seorang Ulama yang disegani dan terkemuka di Sumatera dan sangat antusiasmendukung perjuangan menuju Indonesia Merdeka.Keraguan dan kegalau-anmasyarakat setelah Belanda kalah dan kekuasaan pemerintahan diambil alih oleh Jepangdicerahkan oleh Soekarno. Demikian pula dengan pemuka masyarakat lainnya,terutama para Ulama yang banyak memiliki massa, teramasuk Syech Abbas Abdullah.Ini dituliskan Ahmad Hoesan dkk dalam bukunya;
"Orang-orang tua ini baik dari kalanganulama, pemimpin adat dan cerdik pandai segara dapat memahami perkembangankeadaan ketika itu, seperti Sjech Mohammad Djamil Djambek di Bukittinggi, SjechDaud Rasjidi di Balingka dan Sjech Abbas di Padang Japang"<a>[2]</a>halaman 98.
Soekarnomenjumpai Syech Abbas  di surau pengajiannyadi Puncak Bakuang, Padang Jopang.
Syech Abbas yang akhirnya diangkat sebagai ImamJihad semasa perang merebut kemerdekaan mempunyai pengaruh yaqng besar di tengahmasyarakat; seperti dituliskan Ahmad Hosen dkk ;
Di Padang Japang Machmud Junus menteri Agama PDRI; Mr T.MHassan yang berkantor di surau Syech Abbas Abdullah, Imam Jihad.Sebagai hasil dari pertemuan itu ia diangkat Menteri Agama PDRI sebagaiSekretaris Kementerian pada 1 April 1949.<a>[3]</a>


KOPIAH "Be - Ka" ( Bung Karno )

Ketika saya masih remaja saya sering mendengar orang tua-tua angkatan ayah saya menyebut Peci, penutu kepalanya dengan sebutan BeKa. "Tolong ambilkan Beka saya ! " maksudnya adalah kopiah atau peci penutup kepalanya. Baru setelah dewasa saya mengerti bahwa istilah BeKa itu adalah Akronim dari Bung Karno. Di kalangan masyarakat itu diartikan sebagai simbol mendudkung perjuangan Bung Karno.
Hal ini bermula wkatu kedatangan Ir. Soekarno ke surau Syech Abbas, ia diberikan hadiah sebuah peci baru pengganti "kopiah" Soekarno yang telah lusuh.
"Ini ada yang baru, ganti lah dengan ini " Ucap Abbas.
"Terima kasih banyak ..." balas Soekarno
" Ya... Nanti ini jadi penutup kepala Negara" balas Abbas
" Ya,.. Insyaalah... " jawab Soekarno, sambil menggantikan penutup kepalanya dengan kopiah yang baru.
" Nanti negera yang hendak dibangun itu, adalah negara bertuhankan Allah, ya..." dilanjutkan Abbas
" Ya.. tentu negara kita berlandaskan kepada Tuhan " jawab Soekarno.
Negara tu harus bertuhan yooo" ;Negarayang hendak didirikan itu harus ber tuhan Allah (Pancasila);
Kopiah memang selalu melekat di kepala Soekarno untuk menutupi kepalanya yang "botak". Demikian pula dengan H. Agus Salim dan Mohmmad Yamin. Sekarang ditetapkan sebagai pakaian Resmi Nasional.
Patut diduga bahwa Kopiah dan Sila Pertama Pancasila, Soekarno termotivasi dan mendapat inspirasi dari pertemuannya dengan Syech Abbas.
Soekarno jugamemberi nama Soekarti kepada adik kanduang Suar Paradeh (Perdas; PersatuanDagang Suliki ) yang didirikan Sjarkawi Rasoel Dt. Ajo Marajo (Ayah SuarParadeh ).


SMP-SMP Darurat semasa PDRI yang diatur Mahmud Junus;berjumlah 24 buah, salah satu diantaranya ditempatkan di sekolah Darul Funun ElAbbasyiah ; nomor urut 12
“12. SMP Darurat di Padang Japang, dikepalai olehSjahbuddin”<a>[4]</a>
“Dalam bulan Juni 1949 Mayor Thalib diangkat menjadiKomandan Pert empuran Kabupaten Lima Puluh Kota  menggantikan Kapten Syafei dengan LetnanNurmatias sebagai Kepala Staf. Sejak Mayor Thalib menjabat Komandan Pertempuran Kabupaten Lima Puluh Kota yang berkedudukan di Ampang Godang TujuhKoto, Sektor Singa Harau mendapat tugas mendetasir satu seksi dari Kompi Nazardi Front Payakumbuh Utara”<a>[5]</a>
“Beberapa jam sebelum berlakunya Cease fire, yaitu tanggal14 Agustus 1949 jam 24.00 Letnan-I Azhari Abbas mendapat per intah dariKomandan pertempuran Mayor Thalib untuk merebut Pos musuh yang di Tiakar Guguk.Serangan dilancarkan dari jam 19.00, tetapi pada sekitar jam 23.00 dihentikan;serangan itu tidak berhasil, bahkan seorang prajurit kita mendapat luka par ah”<a>[6]</a>


<a>[1]</a>Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;I halaman 45
<a>[2]</a>Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;I halaman 98
<a>[3]</a>. [3]. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;II, halaman435.
<a>[4]</a>. [4]. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;II, halaman437
<a>[5]</a>.4. SejarahPerjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;II; halaman 519
<a>[6]</a>. 4. SejarahPerjuangan Kemerdekaan RI Di Minangkabau/Riau 1945-1950;II; halaman 519


<photo id="1" />

====


Usai Samadikun, Jaksa Agung Klaim Ketahui Posisi Buron Lain  

SELASA, 19 APRIL 2016 | 01:05 WIB
Usai Samadikun, Jaksa Agung Klaim Ketahui Posisi Buron Lain  
Jaksa Agung M Prasetyo bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memberikan keterangan kepada media usai penandatanganan Eksekusi Barang Rampasan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, 16 Maret 2016. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.COJakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengklaim Kejaksaan Agung mengetahui keberadaan sejumlah buron kasus korupsi Indonesia yang kabur ke luar negeri. Menurut dia, para buron tersebut masih berada di sekitar wilayah Asia.

Kendati demikian, Prasetyo enggan menyebutkan secara pasti siapa saja yang ia maksud. "Mereka ini kan semuanya sudah divonis, sudah menyebar di mana-mana," katanya di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin, 18 April 2016.

Prasetyo menegaskan, Kejaksaan akan terus mengejar para buron tersebut. Pengejaran dilakukan oleh tim pemburu koruptor. "Kami akan cari terus dengan tim pemburu koruptor. Yang sudah berhasil ditemukan itu baru di mana tempatnya," ujarnya.

Prasetyo mengatakan tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan sejumlah negara menjadi salah satu kendala tim pemburu mengejar para buron tersebut. "Apalagi ada beberapa daerah yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi," ujarnya.

Pada Jumat lalu, Samadikun Hartono, salah satu buron kasus korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), ditangkap. Samadikun digulung Badan Intelijen Negara (BIN) di Cina setelah melarikan diri selama 13 tahun. Selain Samadikun, buron lain yang masih dikejar antara lain Joko Tjandra dan Eddy Tanzil.

INGE KLARA SAFITRI
--------

Ini Daftar Buronan Korupsi BLBI, 

(Rugikan Negara Rp.138 Triliun)








Buronan-BLBI
JAKARTA – Korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus klasik yang telah berjalan hampir 20 tahun. BLBI sebagai bentuk skema bantuan terhadap bank-bank di Indonesia yang menghadapi krisis moneter pada 1998 silam.
Sebesar Rp 147,7 triliun digelontorkan untuk 48 bank di sejumlah daerah. Namun, dalam penyaluran dana segar untuk menyelamatkan krisis itu, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kejanggalan. Akibatnya negara merugi Rp 138 triliun.
Seiring berjalannya waktu, penegak hukum mampu mengungkap siapa saja dalang di balik kasus mega korupsi itu. Sejumlah direktur di BI pun telah menjadi terpidana akibat tindakan rasuah yang dilakukannya.
Mereka yang sempat berstatus direktur, namun menjadi pesakitan ialah Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo. Untuk Paul Sutopo, divonis hukuman penjara 2,5 tahun dan denda Rp 20 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 4 April 2003.
Putusan itu diberikan karena dinyatakan terbukti menyetujui pemberian fasilitas BLBI senilai lebih dari Rp 2,02 triliun kepada lima bank yang kalah kliring. Yakni Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional, Bank Umum Nasional, Bank Anriko, dan Bank Upindo.
Lalu Hendro Budiyanto. Dia divonis hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 1 April 2003. Dia dinyatakan terbukti menyelewengkan dana BLBI lebih dari Rp 7 triliun. Sama dengan Hendro, Heru Supratomo juga diganjar hukuman tiga tahun penjara.
Selain itu, dari data dihimpun, ada sembilan bank dan orang-orang yang bermasalah dalam penyaluran BLBI. Kini para pelakunya masih buron. Berikut daftarnya;
  1. Bank Ficorinvest. Yang menjadi terpidana yakni mantan Presiden Direktur Ficorinvest, Supari Dhirdjoprawiro dan S Soemeri. Keduanya divonis hukuman 1,5 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan, 13 Agustus 2003. Keduanya terbukti menyalahgunakan BLBI sebesar Rp 315 miliar dari Rp 900 miliar yang diperoleh Bank Ficorinvest. Dana itu digunakan untuk berbagai kegiatan transaksi dan valuta asing.
  1. Bank Umum Servitia.Yang menjadi terpidana adalah bekas Direktur Utama Servitia, David Nusa Wijaya. Dia divonis 8 tahun penjara oleh Mahkamah Konstitusi, 23 Juli 2003. Dia juga sempat melarikan diri ke Amerika Serikat sebelum akhirnya tertangkap. Dia terbukti menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 1,291 triliun.
  1. Bank Harapan Sentosa (BHS).Yang menjadi terpidana ialah Hendra Rahardjadi yang merupakan bekas Komisaris Bank Harapan Sentosa. Dia dihukum seumur hidup. Namun, dia melarikan diri ke Australia hingga meninggalnya.
Lalu Eko Adi Putranto sebagai eks komisaris BHS dan Sherly Konjogian sebagai bekas Direktur Kredit BHS, divonis 20 tahun. Namun Eko juga melarikan diri ke Australia dan masih buron. Untuk Sherly telah ditangkap Kejaksaan Agung, 2012 lalu.
  1. Bank Surya.Yang menjadi terpidana ialah Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan. Keduanya dihukum seumur hidup. Namun Bambang yang merupakan bos Bank Surya melarikan diri ke Singapura dan masih buron. Sementara Januari 2014, Adrian Kiki sebagai bekas Direktur Utama yang sempat kabur ke Autralia akhirnya diekstradisi dan ditahan di LP Cipinang.
  1. Bank Modern.Yang menjadi terpidana ialah Samadikun Hartono. Dia divonis 4 tahun, tapi melarikan diri ke Singapura. Kini Samadikun tertangkap di Tiongkok oleh tim khsusus pemburu koruptor. Saat ini Samadikun dalam perjalanan ke Indonesia untuk memoertanggungjawabkan perbuatannya menyelewengkan dana sekitar Rp 169 miliar dari Rp 2,5 triliun dana yang dikucurkan.
  1. Bank Pelita.Yang menjadi pelaku ialah bekas pemilik Bank Pelita Agus Anwar dan Alexander PP. Keduanya melarikan diri saat kasus ini masih dalam proses pengadilan.
  1. Bank Umum Nasional.Yang menjadi terduga pelaku ialah Sjamsul Nursalim. Dalam perjalanannya kasus ini penyidikan dihentikan. Namun di 2015 lalu, Kejaksaan Agung mengajukan kasusnya ke Perdata dan Tata Usaha Negara. Namun, hingga kini belum ada kejelasan. Sjamsul sendiri mendapat kucuran dana BLBI sekitar Rp 24,7 triliun.
  1. Bank Asia Pacific (Aspac).Yang menjadi terpidana ialah Hendrawan Haryono. Dia mantan wakil direktur utama Aspac. Dia divonis empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 583 miliar.
  1. Bank Indonesia Raya (Bank Bira).Yang menjadi tersangka yakni Atang Latief. Dia melarikan diri ke Singapura tahun 2000 sebelum kasusnya disidangkan. Dia diduga menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 351 miliar.(fajar.co.idSumber: http://podiumpost.com/2016/04/17/daftar-buronan-korupsi-blbi-rugikan-negara-rp-138-triliun/
=======

Samadikun Hartono Tiba di Halim, Dikawal Kepala BIN

KAMIS, 21 APRIL 2016 | 22:43 WIB
Samadikun Hartono Tiba di Halim, Dikawal Kepala BIN
Samadikun Hartono saat tiba di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 21 April 2016. Tempo/Sunu Dyantoro
TEMPO.COJakarta - Samadikun Hartono, buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)  tiba di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta  Timur, Kamis 21 April 2016.  Mengenakan kaos polo garis warna hitam dan krem, Samadikun tiba pukul 21.56 sembari didampingi Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso dan Jaksa Agung Prasetyo.
Samadikun diterbangkan dari Beijing Cina, langsung ke Jakarta. Juru bicara Badan Intelijen Negara Dawan Salyan mengatakan, Kepala BIN Sutiyoso akan mengelar jumpa pers khusus di VVIP  Lounge Bandara Halim. 
Sejak sore VIP Lounge bandara Halim Perdanakusumah mulai dipadati para pewarta.  Tampak terlihat mobil satuan khusus PPTPK milik kejaksaan aAgung siap dengan pintu terbuka. Mobil kejari Jawa Timur juga tampak bersiap di area VIP Lounge.
Sementara itu, belum tampak ada pengamanan khusus di pintu masuk maupun keluar bandara. Jaksa Agung H.M Prasetyo pun tampak hadir menunggu di dalam VIP Lounge.
"Dari sini Samadikun akan dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa terlebih dahilu, setelah itu akan dibawa ke Salemba," ujar Prasetyo saat memasuki VIP Lounge Halim Perdanakusumah.

INGE KLARA SAFITRI
====

Kejaksaan Agung Akan Sita Aset Samadikun Hartono  

KAMIS, 21 APRIL 2016 | 15:41 WIB
Kejaksaan Agung Akan Sita Aset Samadikun Hartono  
Samadikun Hartono. Dok. TEMPO/ Arie Basuki
TEMPO.COJakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menuturkan lembaganya berencana menyita aset milik buron penggelapan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Samadikun Hartono.

"Ya, rencana penyitaan itu ada, nanti ada di tahap berikutnya," ujarnya di sela rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 21 April 2016.

Sebelum penyitaan itu, Samadikun dipastikan pulang terlebih dulu ke Tanah Air. "Kita yang penting amankan orangnya dulu, setelah itu baru kita komunikasi dengan yang bersangkutan," kata Prasetyo. Samadikun diperkirakan tiba pukul 19.00 di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. "Dari Shanghai dia sekitar jam 4 sore."

Prasetyo menuturkan keberhasilan memulangkan Samadikun adalah bukti kejaksaan selama ini tak tinggal diam. "Kami tidak memberikan para buron itu kebebasan di luar negeri, diam-diam kami selalu berusaha keras untuk bisa menemukan mereka," ucapnya.

Menurut Prasetyo, penyitaan aset akan dilakukan secara bertahap hingga proses pelaksanaan putusannya. "Orangnya dulu kita tangkap, kita proses, berikutnya pidana denda, uang pengganti, dan sebagainya," tuturnya.

Prasetyo belum dapat menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses itu. "Enggak bisa ditentukan. Saya bilang satu hari, nanti sehari enggak selesai. Saya bilang seminggu, tahu-tahu lima hari selesai," ujarnya.

Samadikun adalah bekas Komisaris Bank Modern, penikmat kucuran dana bantuan Bank Indonesia saat krisis moneter 1998. Samadikun disebut merugikan negara Rp 169 miliar. Dia telah divonis 4 tahun penjara. Namun, sebelum dieksekusi jaksa, Samadikun terbang ke Jepang dengan alasan berobat.

GHOIDA RAHMAH

Jaksa Agung Beberkan Kunci Penangkapan Samadikun Hartono  

KAMIS, 21 APRIL 2016 | 15:32 WIB
Jaksa Agung Beberkan Kunci Penangkapan Samadikun Hartono  
Jaksa Agung HM Prasetyo usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, 21 April 2016. Tempo/Ghoida Rahmah
TEMPO.COJakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membeberkan strateginya hingga berhasil memulangkan buron penggelapan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Samadikun Hartono. Dia berujar, hal itu diawali kehadirannya dalam konferensi di Cina pada November 2015. Dalam konferensi itu, ditandatangani kesepakatan dengan pemerintah Cina untuk bekerja sama dalam kasus asset resting dan perburuan koruptor.

"Pemulangan ini implementasi dari itu, jadi kita harus commit dengan apa yang kita sepakati," ujar Prasetyo di sela rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 April 2016.

Dia berujar pemerintah Cina sepenuhnya mendukung dan memberikan bantuan hingga akhirnya Samadikun dipulangkan ke Indonesia. "Bayangkan, dari 2003 itu diputus, lalu dia lari dan akhirnya tertangkap," katanya.

Samadikun diperkirakan tiba sekitar pukul 19.00 WIB hari ini di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. "Dari Shanghai dia sekitar jam 4 sore," ucapnya. Pihaknya juga telah berkoordinasi langsung dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait dengan rumah tahanan yang akan ditempati Samadikun. "Apakah nanti di Cipinang atau di mana, nanti kami koordinasikan."

Prasetyo menuturkan keberhasilan memulangkan Samadikun merupakan bukti pihaknya selama ini tak tinggal diam. "Kami tidak memberi para buron itu bebas di luar negeri, diam-diam kami selalu berusaha keras bagaimana bisa menemukan mereka," tuturnya.

Prasetyo juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut dia, BIN telah membantu menggunakan wewenangnya menangkap dan membantu memulangkan terdakwa serta asetnya di luar negeri. "Kami usahakan kapasitas BIN ini untuk membantu mencari buron-buron di luar negeri," katanya.

Samadikun adalah bekas Komisaris Bank Modern, penikmat kucuran dana bantuan Bank Indonesia pada saat krisis moneter 1998. Samadikun disebut merugikan negara Rp 169 miliar. Dia telah divonis 4 tahun penjara. Sebelum dieksekusi jaksa, Samadikun terbang ke Jepang dengan alasan berobat.

GHOIDA RAHMAH

Tidak ada komentar: