ZAMBOANGA - Kelompok Abu Sayyaf nekat memenggal sandera asal Kanada; John Ridsdel, 68, karena uang tebusan hanya dibayar 20juta peso jauh lebih kecil dari yang diminta yakni 300 juta peso. Bahkan, dari sejumlah foto ada indikasi bahwa Ridsdel dieksekusi dalam kondisi sadar.
Kesepakatan runtuh setelah kelompok Abu Sayyaf menolak untuk menurunkan nilaituntutan mereka.
John Ridsdel dieksekusi pada hari Senin setelah tenggat ultimatum untuk membayar tebusan 300 juta peso atau sekitar Rp84,5 miliar, berakhir. Pada Senin petang, potongan kepala Ridsel dibungkus plastic dan dibuang di pinggir jalan di depan anak-anak yang sedang bermain di Kota Solo, Sulu, Filipina selatan. Tiga sahabat Ridsdel, yakni Robert Hall (warga Kanada), Kjartan Sekkingstad (warga Norwegi) dan Maritess Flor (warga Filipina) masih disandera kelompok Abu Sayyaf. Seorang sumber Inquirer mengatakan bahwa uang tebusan sudah diupayakan diberikan oleh teman-teman, keluarga dan kerabat Ridsdel.
”Saya di sini untuk mencari seseorang yang dapat membantu kami memberikan (uang tebusan). Ini sudah hari ultimatum, belum ada yang terjadi,” kata sumber itu kepada media Filipina yang dilansir Rabu (27/4/2016). Sumber itu mengatakan uang yang dibayarkan hanya 20 juta peso dan ditawarkan kepada kelompok Abu Sayyaf. Mereka menolaknya, dan mereka menginginkan 300 juta peso. Pada Senin sore, pensiun Brigadir Jenderal Emmanuel Cayton, seorang teman Ridsdel, menunggu perkembangan dari negosiasi dan kemudian memutuskan untuk naik perahu menuju Jolo. Dia mendengar berita pemenggalan terhadap Ridsdel ketika dalam perjalanan ke IbuKota Sulu.
”Saya melihat foto-foto, matanya terbuka lebar, ini merupakan indikasi bahwa dia dieksekusi ketika (dalam kondisi) sadar, hidup, dan saya tidak bisa membayangkan kengerian dan rasa sakit untuk keluarga,” kata Cayton, kepala konsultan keamanan untuk perusahaan pertambangan TVI, yang juga mantan bos Ridsdel. Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengatakan bahwa dia marah ketika diberitahu tentang eksekusi terhadap warganya.
”Ini adalah tindakan pembunuhan berdarah dingin dan tanggung jawab terletak pada kelompok teroris yang mengambil dia sebagai sandera," kata Trudeau di Ottawa. Dia mengatakan bahwa Kanada bekerja dengan Filipina untuk mengejar dan mengadili para pembunuh, dan berupaya membebaskan sandera lainnya. Atas perintah dari Presiden Benigno Aquino III, Kepolisian Nasional Filipina dan Angkatan Bersenjata Filipina meluncurkan operasi intensif untuk membebaskan para sandera yang tersisa dari tangan Abu Sayyaf.
(mas) Rabu, 27 April 2016 - 10:07 wib
Kanada dan Inggris Desak Negara Lain Tak Bayar Tebusan
Silviana Dharma
Jurnalis
http://news.okezone.com
PM Kanada dan PM Inggris. (Foto: Youtube)
TORONTO – Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau mengumumkan kerjasama dengan Inggris untuk mengimbau negara lain berhenti membayar tebusan ke kelompok teroris mana pun.
“Kanada tidak mau dan tidak akan membayar tebusan kepada teroris, secara langsung maupun tidak langsung. (Karena) memenuhi permintaan itu hanya akan membahayakan kehidupan setiap warga Kanada yang hidup, bekerja, dan berpergian ke seluruh dunia setiap tahunnya,” terang Trudeau, seperti diwartakan The Guardian, Rabu (27/4/2016).
Bertemu dengan PM Inggris David Cameron, keduanya meyakini pembayaran tebusan sama saja dengan mendanai kegiatan terorisme dan aktivitas kriminal kelompok tersebut. Belum lagi, secara jangka panjang dampaknya akan terasa bagi semua warga negara di dunia.
Beberapa negara yang dikabarkan melakukan negosiasi uang dengan teroris demi membebaskan warga negaranya antara lain Prancis, Italia, Spanyol, dan Jerman.
Seruan ini datang sehari setelah seorang warga Kanada dieksekusi mati oleh kelompok perompak Abu Sayyaf di Filipina pada Senin 25 Maret 2016 malam WIB. John Risdel (68) diketahui diculik dari wilayah Kepulauan Mindanao, Filipina, pada September 2015. Sejak saat itu ia ditahan oleh militan Abu Sayyaf, dengan maksud menjadi umpan untuk memeras Toronto.
Meski demikian, sampai detik akhir waktu pembayaran yang ditentukan kelompok ekstremisme itu, Pemerintah Kanada bersikukuh tidak menebus kedua warga negaranya. John Risdel pun dikorbankan. Menyisakan seorang warga Kanada lain yang masih menjadi sandera yakni Robert Hall (50).
(Sil)
Jum'at, 22 April 2016 - 14:05 wib
WNI Tak Kunjung Bebas, Pemerintah Harus Lobi Filipina
Salsabila Qurrataa'yun
Jurnalis
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)JAKARTA - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Effendi Simbolon meminta Joko Widodo (Jokowi) melobi pemerintah Filipina untuk memberikan izin masuk ke lokasi penyandaraan yang dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
"Pemerintah harusnya mengusahakan untuk izin masuk ke Filipina guna membebaskan sandera. Kalau drama ini kemudian diakhiri dengan memenuhi uang tebusan, itu akan jadi preseden negatif," kata Effendi saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/4/2016).
(Baca Juga: Anggota DPR Beberkan Kerumitan Pembebasan Sandera)
Lebih lanjut, Effendi menilai bahwa apa yang dilakukan pemerintah dalam kasus ini sudah cukup baik, namun upaya yang dilakukan dinilai pihaknya belum optimal. Pasalnya, keselamatan Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera adalah prioritas utama.
"Kasus ini prioritasnya yaitu untuk keselamatan sandera, tentunya kepentingan itu yang utama," ujarnya.
Sementara itu, politikus PDIP ini merasa, jika Indonesia belum akrab dengan Filipina. Karena, lanjutnya, Filipina belum mengizinkan anggota TNI menjemput sandera. Sedangkan, Indonesia pernah mengabulkan permintaan Filipina untuk tunda eksekusi Mary Jane.
"Kalau lihat dari hubungan timbal balik Indonesia dengan Filipina, kita belum dapat hubungan yang dikatakan baik. Karena pemerintah Filipina dengan alasan konstitusi, mereka tidak berikan akses untuk masuk aparat kita bebaskan sandera," tandasnya.