Juni 11, 2016

Kesimpulan Kasus Sumber Waras di DPR

Senin, 13 Juni 2016, 22:00 WIB

KPK Sampaikan Kesimpulan Kasus Sumber Waras di DPR Besok

Red: Bilal Ramadhan Antara/Yudhi Mahatma
Ketua KPK Agus Raharjo
memaparkan kelanjutan penanganan kasus dugaan korupsi
pembelian tanah RS Sumber Waras di Gedung KPK, Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyampaikan kesimpulan sementara dalam penyelidikan laporan tindak pidana korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,64 hektare.
 "Terus terang tadi ada ekspose mengenai Sumber Waras, sudah ada konklusinya yang akan dibuka di DPR besok," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam temu media di gedung KPK Jakarta, Senin (13/6). KPK dalam penyelidikan Sumber Waras ini sudah meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 12 April 2016. Usai dimintai keterangan, Ahok mengaku Badan Pemeriksa Keuangan menyembunyikan data kebenaran karena meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi pembelian lahan RS Sumber Waras.
 "Tapi ada lagi satu yang tertunda, kami mau menanyai satu instansi lagi, tapi konklusi yang lain sudah jadi. Bisa saja kasus itu tidak memenuhi harapan beberapa pihak tapi memenuhi harapan pihak lain. Konklusinya besok akan kami sampaikan di DPR," tambah Agus.
 Sebelumnya, kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal. BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
 Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp 3 miliar. Selain itu, BPK juga merekomendasikan Basuki agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.
 Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan. Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi.
 Sumber : Antara


KPK:
Royani, Sopir Sekretaris MA Masih di Indonesia 

Oleh Oscar Ferri pada 11 Jun 2016, 18:56 WIB(Liputan6,com/Helmi Afandi)
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak akan berhenti mencari keberadaan Royani, orang yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Royani 'menghilang' dalam dua bulan terakhir sejak namanya diagendakan diperiksa KPK dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KPK menyatakan Royani adalah saksi yang memegang peranan penting dalam kasus tersebut. Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, pihaknya sudah berhasil mengendus keberadaan Royani. Namun, dia masih menolak menyebutkan di mana, sebab dikhawatirkan membuat Royani akan berpindah tempat. "Kami tidak bisa dong bilang posisi. Misalnya kita kasih tahu posisinya, nanti dia pindah ke mana," ujar Syarief, Sabtu (11/6/2016). Syarief mengatakan, KPK telah mengerahkan segala cara untuk menemukan keberadaan Royani tersebut. Dari informasi-informasi yang diterima pihaknya, Royani masih di Indonesia, namun kerap berpindah-pindah lokasi 'persembunyian'. "Ada beberapa informasi (yang diterima) masih ada di Indonesia. Tapi dia selalu berpindah-pindah tempat. Setiap hari bergerak," ujar Syarief. ‎Royani sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK.
 Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan, keberadaannya tidak diketahui sampai saat ini. Oleh karena itu, KPK kesulitan untuk mengorek keterangan orang yang disebut-sebut sopir sekaligus ajudan Sekretaris MA, Nurhadi itu.

Sedangkan Nurhadi juga telah beberapa kali diperiksa KPK mengenai kasus dugaan suap tersebut. Namun demikian, KPK sudah mengirim surat pencegahan ke Ditjen Imigrasi atas nama Royani dan Nurhadi. Pencegahan itu berlaku untuk 6 bulan ke depan, agar sewaktu-waktu dibutuhkan keterangan kedua bersangkutan tidak sedang di luar negeri. Dalam kasus dugaan suap pendaftaran perkara PK pada PN Jakpus ini KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga Doddy Ariyanto Supeno. Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp 500 juta oleh Doddy. Pada saat ditangkap tangan, KPK menemukan uang Rp 50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp 100 juta dari Doddy.
====
 Liputan6.com, Jakarta - Jangankan batang hidungnya, kelebatan bayangan Royani sang sopir Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi pun tidak terlihat. Dua kali dipanggil, pria yang juga asisten Nurhadi itu tidak hadir tanpa alasan alias mangkir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun masih memburu Royani.
 "Kita masih dalam upaya untuk mencari yang bersangkutan," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (25/5/2016). Dia mengaku belum mengetahui penyidik akan melayangkan panggilan ketiga untuk Royani. Yang jelas, saat panggilan ketiga dikeluarkan, itu artinya penyidik akan menjemput paksa Royani. "Sebenarnya ketika ada panggilan ketika penyidik sudah bisa membawa paksa. Kita sedang dalam upaya menghadirkan yang bersangkutan," kata Yuyuk.

Lalu, apakah KPK sudah mengetahui identitas yang diduga menyembunyikan Royani? Apakah itu dari pihak Mahkamah Agung? "Kalau sudah terang, kita pasti akan menanyakan ke yang bersangkutan, eh kamu di mana menyembunyikan Royani? Tapi kalau memang ada oknum yang menyembunyikan memang ada," ucap Yuyuk. Namun dia tidak menyebutkan oknum itu berasal dari MA atau pihak lain. "Sedang diselidiki," tukas Yuyuk. Tak mau putus asa, beberapa waktu lalu, KPK mengirim surat ke MA agar bisa menghadirkan Royani. KPK membutuhkan keterangan Royani untuk mengusut kasus dugaan suap pengamanan perkara peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Kami akan mengirimkan surat ke MA, kalau bisa menghadirkan Royani dalam waktu dekat," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/6/2016). "Ada informasi yang ingin diketahui dari yang bersangkutan," lanjut dia. Sementara Nurhadi, usai diperiksa penyidik KPK pada Selasa kemarin membantah telah menyembunyikan sopirnya itu. "Siapa yang ngomong? Tidak benar itu. Tidak benar," tegas Nurhadi. Dia bahkan mengaku tidak tahu-menahu tentang keberadaan anak buahnya tersebut. "Tidak tahu," ujar Nurhadi. Ketika kembali ditegaskan soal keberadaan Royani, Nurhadi malah menjawab, "Ada di kantor." KPK sendiri sudah mengirim surat pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap Royani. Dia dicegah ke luar negeri untuk enam bulan ke depan demi kepentingan penyidikan. Sebagai informasi, kasus pengamanan perkara PK ini terungkap dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera PN Jakpus, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno. ====
Digeledah dan Uang Disita KPK,
Sekretaris MA Belum Lapor Pimpinan
 Oleh Nafiysul Qodar pada 22 Apr 2016, 15:16 WIB

Suasana rumah mewah Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru, Jakarta, usai digeledah oleh KPK, Kamis (21/4). Penggeledahan terkait OTT KPK terhadap panitera PN Jakpus, Edy Nasution. (Liputan6.com/Gempur M Surya) Suasana rumah mewah Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru, Jakarta, usai digeledah oleh KPK, Kamis (21/4). Penggeledahan terkait OTT KPK terhadap panitera PN Jakpus, Edy Nasution. (Liputan6.com/Gempur M Surya) Liputan6.com,

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah ruang kerja dan kediaman Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Penggeledahan ini diduga terkait kasus suap permohonan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.

Senin, 13 Juni 2016, 22:00 WIB KPK Sampaikan Kesimpulan Kasus Sumber Waras di DPR Besok Red: Bilal Ramadhan Antara/Yudhi Mahatma Ketua KPK Agus Raharjo memaparkan kelanjutan penanganan kasus dugaan korupsi pembelian tanah RS Sumber Waras di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/3). Ketua KPK Agus Raharjo memaparkan kelanjutan penanganan kasus dugaan korupsi pembelian tanah RS Sumber Waras di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/3). REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyampaikan kesimpulan sementara dalam penyelidikan laporan tindak pidana korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,64 hektare. "Terus terang tadi ada ekspose mengenai Sumber Waras, sudah ada konklusinya yang akan dibuka di DPR besok," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam temu media di gedung KPK Jakarta, Senin (13/6). KPK dalam penyelidikan Sumber Waras ini sudah meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 12 April 2016. Usai dimintai keterangan, Ahok mengaku Badan Pemeriksa Keuangan menyembunyikan data kebenaran karena meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi pembelian lahan RS Sumber Waras. "Tapi ada lagi satu yang tertunda, kami mau menanyai satu instansi lagi, tapi konklusi yang lain sudah jadi. Bisa saja kasus itu tidak memenuhi harapan beberapa pihak tapi memenuhi harapan pihak lain. Konklusinya besok akan kami sampaikan di DPR," tambah Agus. Sebelumnya, kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal. BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial. Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp 3 miliar. Selain itu, BPK juga merekomendasikan Basuki agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah. Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan. Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi. Sumber : Antara
Dalam penggeledahan itu, KPK mengamankan sejumlah uang. Juru bicara MA, Suhadi membenarkan adanya sejumlah uang yang diamankan KPK saat penggeledahan. Namun dia tidak tahu persis apakah uang itu terkait perkara dugaan suap di PN Jakpus. "Iya, tapi uang itu uang apa kan? Apakah ada korelasi dengan perkara? Ada korelasi dengan melanggar hukum atau itu uang milik pribadi yang bersangkutan? Ini belum jelas," ujar Suhadi di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016). Hingga saat ini, Suhadi mengaku belum mendapat laporan apa-apa dari KPK terkait penggeledahan di kantor dan rumah Nurhadi.‎ Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada KPK terkait temuan uang itu. "Biar merekalah yang bertugas dan punya kewenangan untuk itu," tutur dia.


 KPK juga telah meminta Ditjen Imigrasi agar mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Nurhadi. Namun ‎MA belum mendapatkan pemberitahuan resmi baik dari KPK maupun Dirjen Imigrasi terkait pencegahan ini. Bahkan Nurhadi juga belum melapor ke pimpinan MA. "Mungkin sebentar lagi beliau akan lapor ke pimpinan MA. Tapi sampai tadi saya cari info belum ada laporan," ucap Suhadi. ‎MA juga belum mengeluarkan kebijakan apa-apa terkait penggeledahan dan pencegahan Nurhadi. Apalagi MA belum mengetahui tujuan pencegahan untuk Nurhadi itu kapasitasnya sebagai apa. "Terkait Pak Nurhadi kita belum tahu, belum ada pemberitahuan dari KPK apakah dia kapasitasnya sebagai saksi atau tersangka," kata dia.

Hingga saat ini, pimpinan MA masih menunggu penjelasan dari Nu‎rhadi terkait penggeledahan dan pencegahan yang dilakukan KPK. Jika terbukti terlibat dalam perkara suap di PN Jakpus, Nurhadi terancam akan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Sekretaris MA. "‎Sampai sekarang belum ada yang mencegah untuk berhenti bekerja," pungkas Suhadi.
 Sebelumnya, Ditjen ‎Imigrasi telah mengeluarkan surat pencegahan bepergian terhadap Nurhadi dengan nomor KEP -484/01-23/04/2016. Surat pencegahan bepergian selama 6 bulan itu berdasarkan permintaan KPK karena Nurhadi dalam perkara ini sebagai saksi.