Mei 16, 2016

Kecurigaan Terhadap PKI

Rekomendasi Simposium 1965 di tengah kecurigaan terhadap PKI dan komunisme
Heyder Affan Wartawan BBC Indonesia 18 Mei 2016
Simposium tragedi 1965 disponsori oleh pemerintah dan dihararapkan sebagai pintu awal untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM peristiwa kekerasan pasca Oktober 1965.

Di tengah kontroversi tindakan aparat terkait dugaan penyebaran ajaran komunisme, panitia tragedi Simposium 1965 akan menyerahkan rumusan rekomendasinya kepada pemerintah melalui Menkopolhukam Luhut Panjaitan, pada Rabu (18/05) sore. Melalui pesan tertulis yang diterima BBC Indonesia, Deputi Menkopolkam bidang koordinasi komunikasi informasi dan aparatur, Agus R Barnas, membenarkan bahwa pihaknya akan menerima panitia pengarah Simposium 1965 sekitar pukul 16.00 WIB, Rabu sore. Secara terpisah, ketua panitia pengarah Simposium 1965, Agus Widjojo, membenarkan bahwa pihaknya akan diterima oleh Menkopolhukam Luhut Panjaitan terkait rumusan rekomendasi simposium tersebut.

Radimin, saksi hidup, keberadaan kuburan massal di hutan Jeglong di pinggiran kota Pati, Jateng.


"Kemarin sudah diberitahu, tinggal menunggu kepastian waktunya," kata Agus Widjojo kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu siang, melalui saluran telepon. Agus Widjojo tidak bersedia mengungkapkan rumusan rekomendasi, karena pihaknya tidak berwenang mempublikasikannya kepada publik. "Itu hak prerogatif pemerintah untuk membukanya kepada publik atau tidak," katanya.

Ditanya apakah rumusan rekomendasi itu akan menyinggung soal penyelesaian non-judisial terkait tragedi 1965, Agus mengatakan: "Dari awal, kita sudah menjurus penyelesaian non-judisial, karena tragedi 65 memenuhi persyaaratan untuk diselesaikan secara non-judisial." Namun demikian, sambungnya, rumusan rekomendasi simposiumi '65 " tidak bersifat praduga dengan proses hukum (tragedi 1965) yang sudah berjalan dan sedang berjalan". 'Keterlibatan negara' Simposium tragedi 1965, yang berakhir pada pertengahan April lalu, disponsori oleh pemerintah dan diharapkan dapat menyelesaikan peristiwa kekerasan pasca Oktober 1965 terhadap orang-orang yang dituduh simpatisan atau anggota PKI. Sebelum ditutup, hasil refleksi yang dibacakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden sekaligus penasihat simposium 1965, Sidarto Danusubroto, mengungkapkan walaupun peristiwa itu diwarnai aksi horisontal, tetapi diakui ada keterlibatan negara.


 Image copyrightAFP Hasil refleksi Simposium 1965 mengungkapkan walaupun peristiwa itu diwarnai aksi horisontal, tetapi diakui ada keterlibatan negara. 

Selain dihadiri sejumlah menteri pada acara pembukaan, simposium yang berlangsung dua hari sempat diwarnai unjuk rasa 'anti PKI' tetapi berhasil dihalau oleh aparat kepolisian. Dihadiri oleh perwakilan penyintas atau korban kekerasan pasca Oktober 1965, eks tapol '65, aktivis HAM, serta perwakilan pemerintah, simposium memberi tempat khusus pada penyelesaian non-judisial terhadap tragedi tersebut. Simposium 1965: Negara terlibat dalam peristiwa 1965 Simposium 1965 dibuka tanpa 'permintaan maaf' Simposium 65 diharapkan 'membangun rekonsiliasi' Sempat terjadi polemik terkait angka korban meninggal pada tragedi itu, setelah mantan prajurit RPKAD Letjen (purnawirawan) Sintong Panjaitan meragukan jumlah korban tewas yang telah diungkapkan para peneliti. Pernyataan Menkopolhukam Luhut Panjaitan yang menyebut pemerintah tidak akan meminta maaf terkait peristiwa kekerasan 1965 juga sempat menimbulkan pro dan kontra, walaupun belakangan pernyataan itu diralat oleh Presiden Joko Widodo yang saat itu berada di London, Inggris. Kuburan massal Tidak lama setelah simposium berakhir, Presiden Joko Widodo meminta agar dugaan keberadaan kuburan massal 1965 diselidiki, dan ditindaklanjuti pernyataan Menkopolhukam Luhut Panjaitan yang meminta masyarakat menyerahkan bukti-bukti keberadaan kuburan massal tersebut.
Yayasan penelitian korban pembunuhan (YPKP) 1965 kemudian menyerahkan dokumen yang berisi data-data terkait kuburan massal yang diklaim ada 122 titik di sebagian Jawa dan Sumatra.

YPKP 1965 meyakini ada 122 titik kuburan massal di sebagian wilayah Jawa dan Sumatra.
Image copyrightYPKP 1965 PATI 

Pemerintah melalui Menkopolhukam kemudian menjanjikan pembentukan tim terpadu, sekaligus meminta penyelidikan terkait klaim kuburan massal itu 'tidak diganggu' oleh pihak manapun. Ketika proses ini berlangsung, ada laporan-laporan yang menyebutkan adanya temuan atribut PKI di sejumlah daerah yang kemudian ditindaklanjuti upaya pemeriksaan, penggeledahan dan penyitaan oleh aparat TNI dan kepolisian. Korban 1965: 'Saya bertemu algojo yang menembak mati ayah saya' 'Saya dituduh anggota Gerwani yang mencukil mata jenderal' Malam jahanam di hutan jati Jeglong Komnas HAM: Presiden minta maaf kepada korban, bukan kepada PKI Sempat diprotes oleh para aktivis HAM, Presiden Joko Widodo kemudian meminta aparat hukum melakukan upaya hukum jika terbukti ada upaya untuk menghidupkan kembali ajaran komunis atau PKI. Para pegiat HAM kemudian memprotes karena ada tindakan aparat kepolisian dan TNI yang dianggap 'kebablasan' dan melanggar hukum terkait pemeriksaan dan penyitaan buku-buku 'kiri'. Saling percaya Terkait kontroversi tindakan aparat keamanan yang dianggap melakukan 'tindakan teror dan intimidasi' terkait dugaan penyebaran ajaran Komunisme, Agus Widjojo mengatakan, para pihak yang terkait perlu membangun saling percaya dan memberi kepercayaan. Image copyrightAFP Image caption Salah-satu pihak yang mencurigai kebangkitan PKI adalah Front Pembela Islam, FPI. Ditanya apakah persepsi yang berkembang di masyarakat terkait tragedi 1965 dan latar belakangnya, akan dimasukkan dalam rumusan rekomendasi simposium '65, Agus mengatakan: "Ya, mau tidak mau harus kita lewati, walaupun tidak semestinya muncul dalam rekomendasi." Agus kemudian melanjutkan: "Karena, rekonsiliasi perlu pembangunan saling percaya dan memberi kepercayaan. Tanpa itu, rekonsiliasi tidak bisa diwujudkan, dan hal-hal semacam itu merupakan kenyataan yang ada di lapangan yang tidak bisa diabaikan." Karena itulah, dia mengharapkan: "Masing-masing pihak untuk memahami apa yagn diharapkan, diperkirakan dari masing-masing pihak untuk memberi sumbangan bagi pembangunan keadaan yang kondusif guna menuju rekonsiliasi." Vonis Diperberat, OC Kaligis Ajukan Kasasi
 JUM'AT, 10 JUNI 2016 | 17:24 WIB
======

Vonis Diperberat, OC Kaligis

 Ajukan Kasasi Terdakwa kasus suap kepada Panitera dan Hakim PTUN Medan Otto Cornelis Kaligis menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 10 Desember 2015.
TEMPO/Eko Siswono Toyudho TEMPO.CO

, Jakarta - Pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis tengah menunggu keputusan Mahkamah Agung terkait dengan kasasi yang diajukannya. Kasasi ini diajukan setelah majelis banding Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta memperberat vonis hukuman bagi dirinya selama 1,5 tahun menjadi 7 tahun. "Sudah diajukan sebulan yang lalu, tinggal tunggu keputusan Mahkamah Agung," kata Humprey Djemat, kuasa hukum OC Kaligis, saat dihubungi Tempo, Jumat, 10 Juni 2016. Humprey mengatakan materi yang diajukan untuk kasasi sama dengan materi saat mengajukan banding. Intinya, kata dia, kliennya menolak putusan hukuman karena OC Kaligis tidak ditetapkan sebagai tersangka dari operasi tangkap tangan. Dalam kasus ini, Humprey menyatakan kliennya merasa didiskriminasi. "Yang lain-lain yang OTT (operasi tangkap tangan) hukumannya lebih rendah," ujarnya. Putusan banding Kaligis dengan nomor perkara 14/PID/TPK/2016/PT DKI diputus pada 19 April 2016. Salinan putusan dan berkas pokok telah dikirim ke pengadilan tingkat pertama pada 21 April 2016. Dalam putusan itu, majelis banding Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta memperberat vonis hukuman OC Kaligis dari 5,5 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Kaligis divonis bersalah karena dinilai memberikan duit Sin$ 5.000 dan US$ 15 ribu kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto. Ia juga memberikan duit US$ 5.000 dolar Amerika kepada hakim anggota PTUN, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Selain itu, ia terbukti menyuap panitera PTUN, Syamsir Yusfan, sebesar US$ 2.000. Duit itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, tunggakan Dana Bagi Hasil, dan penyertaan modal kepada sejumlah badan usaha milik daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. MAYA AYU PUSPITASARI Suryo Prabowo Ingatkan Bahaya Invasi Buruh China,
PKI Gaya Baru dan Bendera Israel di Papua
 Letjen. Suryo Prabowo

Senin, 16 Mei 2016 post-feature-image

POSMETRO INFO - Saat ini Indonesia sedang mengalami guncang dengan munculnya invasi buruh China, PKI gaya baru dan penggunaan bendera Israel di Papua. “Di “barat” integritas Bangsa Indonesia “diuji” dengan maraknya pemberitaan tentang PKI gaya baru, invasi buruh China, dan kelakuan Ahok yang sok jago,” kata mantan Staf Umum (Kasum) TNI Letjen (Purn) Suryo Prabowo di akun Facebook-nya. Prabowo mengatakan, di bagian Timur Indonesia, diusik dengan semakin seringnya penggunaan bendera Israel dalam aksi unjuk rasa, dan mendunianya aspirasi separatisme di Bumi Cendrawasih itu. “Bila kegaduhan di “timur” muncul setelah kasus ‪#‎papamintasaham‬ dan rame-rame di “barat” semakin marak setelah #‎buatinkeretacepatdong‬,” ungkapnya. Prabowo mempertanyakan, “Apakah berbagai peristiwa tersebut sebagai sebuah kebetulan.” “Semoga masih ada yang ingat alasan yang paling mungkin digunakan oleh “dunia” untuk melakukan operasi (militer) “Humanitarian Intervention” di Indonesia,” pungkasnya. [snc]