Mei 04, 2016

PKI Yang Harus Minta Maaf Ke Negara

FPI: Harusnya PKI yang Minta Maaf ke NegaraPresiden tidak perlu meminta maaf ke PKI. 

Jum'at, 3 Juni 2016 | 20:18 WIB
Oleh : Harry Siswoyo, Moh Nadlir
 Imam besar FPI Habib Rizieq Sihab
saat mendatangi kantor Menkpolhukam, Jumat (3/6/2016) (VIVA.co.id/Moh Nadlir) 


 VIVA.co.id – Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab mengingatkan pemerintah untuk menolak tegas permintaan maaf pada Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut dia, menilik ke sejarah lampau, maka PKI lah yang harus meminta maaf.
"Karena PKI yang salah dan melakukan pengkhianatan serta pembantaian. Justru seharusnya PKI yang minta maaf kepada negara ini, kepada bangsa ini," kata Rizieq usai menemui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat 3 Juni 2016. Menurut Rizieq, sesuai dengan kesepakatan simposium ancaman PKI, secara prinsip apa yang diinginkan adalah bukan menolak rekonsiliasi, tapi menolak Presiden untuk meminta maaf kepada PKI. "Yang kami inginkan adalah rekonsiliasi ilmiah yang berlangsung secara alamiah selama ini," katanya. Rekonsiliasi ilmiah yang dimaksud yakni, rekonsiliasi yang sejak era reformasi sudah terjadi dan berlangsung di tengah masyarakat. Contohnya, anak keturunan PKI sudah mendapatkan hak politik, sosial, dan ekonomi. "Hak sipilnya tanpa dikurangi sedikit pun.Tidak ada halangan lagi. Mereka sudah bisa menjadi gubernur, bupati, wali kota, PNS, TNI, Polri. Saya pikir ini tinggal diperkuat saja, tidak perlu mencari format baru untuk rekonsiliasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan konflik horizontal," ujar Rizieq. Terkait kedatangannya di kantor Luhut, Rizieq yang hadir bersama Mayjen (Purn) Kivlan Zein dan Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengaku sengaja datang untuk menyerahkan hasil rekomendasi simposium tandingan tragedi '65. "Itu (hasil simposium) sudah kami serahkan kepada Pak Menko Polhukam untuk diteruskan kepada Bapak Presiden," katanya. ========
Hello, mari bergabung Brou.
Herlina Hasan Basri ke DAERAH ISTIMEWA MINANGKABAU
20 jam
Heboh.... dengan membebaskan 10 sandera; 

Sang jendral kembali menunjukan jati dirinya....

10 sandra dibebaskan dari tawanan kelompok Abu Sayyaf. Mencengangkan, pembebasan sandra tersebut tanpa uang, air mata, apa lagi darah. Alhamdulillah, sungguh luar biasa.
adalah Jendral Kiflan Zein, putra Minang pensiunan TNI. 
Lelaki shaleh dan sangat anti komunis tersebut rupanya jago diplomasi.
Saya yakin dan percaya beliau memakai petuah orang tua, mamak dan guru beliau :
" indak ado karuah nan tak amuah janiah, indak ado kusuik nan tak amuah salasai. Duduk surang basampik-sampik, duduak basamo ba lapang-lapang. Aia janiah sayaknyo landai, jalan rayo titian batu, barundiang cadiak jo pandai, paham duo manjadi satu... saukua kato dibulek-i, saukua paham di samokan.
Kalau dibudaya lain, saya lihat tak seperti itu. Misalnya dalam film-filem kisah berbagai peperangan di luar Minang. Ada perselisihan kirim para pendekar (pasukan), bertemu di jalan... lalu 'parang basosoh'.
Kecamuk perang tanpa perundingan akan melahirkan kezaliman demi kezaliman, dendem berketurunan dan menjadi beban sejarah.
Maka kata orang Minang maambiak contoh ka nan sudah, maambiak tuah ka nan manang. Mengapa orang Minang bisa seperti itu; jawabannya ABS-SBK.
Karena itu, bila cara-cara Minang ini ditinggalkan akan merugikan bangsa bahkan dunia."Aku Bangga Menjadi Anak Minangkabau"
Kivlan Zen
Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, S.IP, M.Si (lahir di Langsa, Aceh, 24 Desember 1946; umur 69 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia pernah memegang jabatan Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI setelah mengemban lebih dari 20 jabatan yang berbeda, sebagian besar di posisi komando tempur.
Kehidupan pribadi
Kivlan Zein lahir pada 24 Desember 1946 di kota Langsa, Aceh, dari keluarga perantau Minangkabau. Semasa jadi pelajar ia juga aktif dalam organisasi KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Ia masuk Akademi Militer (Akmil) setelah lulus SMA pada tahun 1965. Ia merupakan alumni Akmil angkatan tahun 1971.
Karier
Perjalanan karier Kivlan terbilang mulus, untuk naik ke brigadir jenderal dari posisi kolonel, dia hanya butuh waktu 18 bulan. Sebelumnya karier Kivlan sempat tersendat, pangkat mayor sempat disandangnya selama enam tahun dan letnan kolonel baru dia dapatkan setelah tujuh tahun saat dia bertugas di Timor Timur. Sedangkan pangkat kolonel baru didapatnya pada tahun 1994.[2] Karier puncaknya dia dapatkan sampai jabatan Kepala Staf Kostrad dengan pangkat mayor jenderal dimasa peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Setelah itu bintangnya pun meredup seiring berubahnya angin politik di Indonesia.[3]
Kiprah sang jendral semakin berkibar...kampuang asal Danau Maninjau dengan suku Guci,setelah masa pensiun beliau tetap membaktikan diri untuk negara dengan membentuk tim pemberantas PKI dan anak keturunannya yg kini sudah mulai berkibar kembali di negara kita,bahkan masuk kedalam partai2 politik, ormas Islam,yayasan sosial,bahkan sampai ke majelis2 agama....wallahualam...hati2 dan waspadai...!! mereka ada dimana-mana....

===========

Tahu Kivlan Zein yang Datang, 

Abu Sayyaf Malu Terima Uang Tebusan


SuaraNetizen.com, JAKARTA -- "Saya tak heran bila Pak Kivlan Zein punya peran dalam pembebasan sandera pelaut Indonesia di Filipina itu. Dia memang hebat. Negosiator hebat. Saya sudah lihat peran dia langsung sekitar 20 tahun silam!’’
Pernyataan itu ditegaskan mantan wartawan senior Republika, Teguh Setiawan, yang kini tengah melanglang buana. Dia menceritakan pengalamannya 20 tahun silam saat ditugaskan beberapa kali ke Filipina, terutama meliput peristiwa konflik di kepulauan Filipina bagian selatan yang dikenal dengan sebutan wilayah bangsa Moro.
"Seluruh elemen bersenjata di wilayah kepulauan Filipina semua mengenal Kivlan. Dia begitu dihormati di sana. Saya tahu berbagai orang penting di wilayah itu, seperti Sultan Sulu hingga Nur Misuari yang menawari Kivlan menikah dengan salah satu putrinya, tapi Kivlan menolak. Padahal, adanya tawaran itu menandakan begitu tinggi atau terhormatnya posisi seorang Kivlan Zein yang saat itu memimpin pasukan perdamaian Organisasi Konferensi Islam yang bertugas di Filipina Selatan,’’ kata Teguh ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (2/5).
Teguh kemudian menceritakan bahwa dia bersama putranya yang juga seorang wartawan sempat menelepon Kivlan semalam. Saat itu, Kivlan tengah berada di kediaman Gubernur Sulu. Teguh hanya mendengarkan perbincangan Kivlan dengan putranya.
"Serulah omongan itu. Di sela pembicaraan itu sempat terhenti sesaat ketika terdengar tembakan. Anak saya bertanya, apakah itu tembakan senapan serbu AK-47? Dan itu dijawab Kivlan dengan tertawa, 'Iya, memang kenapa?'’’ katanya.
Dari perbincangan yang didengar bersama anaknya dengan Kivlan, diketahui tak ada uang tebusan yang diberikan. Padahal, Kivlan selaku wakil dari pihak perusahaan itu sudah membawa uang yang mereka minta.
"Rupanya, ketika bertemu, ada beberapa petinggi pasukan Abu Sayyaf yang mengenal Kivlan. Nah, kemudian tak jadi uang tebusan diberikan karena mereka tak mau terima setelah tahu Pak Kivlan yang datang untuk berunding,’’ ujarnya.
Mengetahui fakta seperti itu, Teguh sekali lagi mengatakan tak terlalu heran. Sebab, Kivlan memang punya kualifikasi yang tinggi sebagai seorang juru runding militer.
''Dan, di lapangan, yakni di wilayah konflik itu, saya lihat sendiri betapa Kivlan begitu dihormati, baik sebagai seorang tentara komando, pemimpin pasukan perdamaian, maupun juru runding militer andal,'' ujarnya.
Ketika ditanya soal adanya elite politik partai yang sibuk mengklaim jasa atas pembebasan sandera itu, Teguh hanya mengeluh dan bicara kecut.
"Sudahlah, itu pasti Pak Kivlan punya peran penting. Yang pasti bukan peran sebuah petinggi partai yang saat ini sibuk klaim ini-itu. Emangnya siapa dia? Tak ada anggota pasukan Abu Sayyaf yang kenal dia,’’ kata Teguh sembari tertawa ngakak ketika disebut ada petinggi sebuah partai sibuk mengklaim bahwa dirinya berperan besar dalam pembebasan sandera.
Rupanya, tak cukup diwawancarai, Teguh pun menulis kenangannya bersama Kivlan ketika sepekan berada di Filipina Selatan. Dengan gaya bertutur tenang dan kadang bercanda, Teguh menuliskan pengalamannya sebagai berikut.
Saya merasa tidak aneh mendengar kabar Kivlan Zen terlibat dalam perundingan pembebasan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Tahun 1996, usai penandatanganan perjanjian damai Moro National Islamic Liberation Front (MNLF) dan Pemerintah Filipina di Istana Malacanang, saya dan wartawan Indonesia lainnya berkunjung ke Mindanao.
Pesawat TNI AU mendarat d General Santos City. Kami berjalan menuju Cotabato, dilanjutkan dengan terbang ke Zamboanga.
Tapi keberangkatan saya sempat saat itu tertunda karena harus memberikan kursi kepada satu petinggi MNLF. Saya pun berangkat keesokan harinya.
Setelah bermalam di sebuah hotel di Cotabato, saya melanjutkan perjalanan dengan pesawat kecil; berpenumpang dua orang, ke Zamboanga. Di kota ini saya bertemu Kivlan Zen, yang saat itu menjabat komandan pasukan perdamaian IOC--yang bertugas memantau gencatan senjata.
Di situ saya lihat secara langsung kemampuan Pak Kivlan dalam memimpin negosiasi. Dia mengenal hampir semua petinggi MNLF, keluarga Nur Misuari, dan punya jalur komunikasi dengan kelompok-kelompok lainnya. Ia piawai berunding dengan siapa pun.
Pak Kivlan pula yang mengantar Nur Misuari ke Jolo, ibu kota Provinsi Sulu, untuk mengikuti pemilihan gubernur Autonomous Region of Muslim Mindanao (ARMM). Perjalanan dimulai dari Zamboanga menuju Basilan.
Seusai shalat Jumat dan makan siang di Basilan, perjalanan dilanjutkan ke Jolo (baca: holo). Di kota ini, Nur Misuari menemui pendukungnya dan berkampanye.
Satu hal yang tak pernah saya lupakan dari Pak Kivlan adalah ketika dia mengeluh karena dimintai Nur Misuari menikahi salah satu anak orang nomor satu MNLF itu.
"Saya pusing. Kelamaan di sini, saya disuruh menikah dengan anak Nur Misuari," katanya kepada saya dan wartawan lain. © Republika