Juni 27, 2016

Tak Cuma Abu Sayyaf, Ada Kelompok Al-Habsyi Culik WNI Di Pilipina Selatan


Kelompok Al-Habsyi minta tebusan 200 juta peso. 

Senin, 27 Juni 2016 | 23:37 WIBOleh : Rendra Saputra, Romys Binekasri

Tak Cuma Abu Sayyaf,
Ada Kelompok Al-Habsyi Ikut Culik WNI
Pria diduga menjadi pemimpin kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina (kiri).
Foto ini diambil oleh polisi Filipina beberapa waktu lalu. (VIVA.co.id/CBC news)
VIVA.co.id – Tujuh warga negara Indonesia (WNI) anak buah kapal (ABK) Tugboat (TB) Charles 001 rupanya diculik dua kelompok bersenjata Filipina yang berbeda. Tak cuma kelompok Abu Sayyaf, namun juga disebut-sebut kelompok Al-Habsyi ikut dalam penculikan tersebut. Hal itu dipastikan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin malam, 27 Juni 2016. Kata Panglima, empat WNI disandera kelompok Al-Habsyi, sedangkan tiga orang ditawan kelompok Abu Sayyaf. Kelompok Al-Habsyi, dikatakan Gatot, meminta uang tebusan sebesar 200 juta peso pada perusahaan tempat para WNI bekerja, yakni PT Rusianto Bersaudara. "Yang diinformasikan (uang tebusan) adalah 200 juta peso, atau sekitar Rp55-60 miliar," ujar Gatot. Sementara untuk ketiga WNI lainnya, kata Gatot, hingga kini masih belum diketahui keberadaannya. Pihaknya hingga kini mengaku masih terus melakukan pencarian. "Yang mereka minta (tebusan) adalah empat orang. Tiga orang belum, kita pastikan di mana itu, masih dicari," tuturnya. Gatot mengatakan, kondisi keempat WNI yang disekap Al-Habsyi Cs saat ini dalam keadaan baik, meskipun dia belum bisa berkomunikasi secara langsung dengan para korban. "Dari kemarin, saya ulangi, siang tadi sehat. Tetapi saya belum langsung komunikasi dengan sandera," ujarnya. Selain itu, Gatot memastikan posisi ketujuh warga Indonesia yang tersekap ditempatkan secara terpisah oleh para perompak. "Ada di Jolo, sementara yang bisa dimonitor adalah empat (tawanan). Tapi perlu diverifikasi lagi, terpisah dengan yang tiga," kata dia. "Ya, salah satu bisa dipastikan Al-Habsyi. Satunya lagi kelompoknya pertama (Abu Sayyaf). Kita verifikasi terus, kita cek benar di mana keberadaannya," ujarnya. Seperti diketahui, TB Charles dibajak kelompok perompak di perairan perbatasan Filipina. Pembajakan tersebut dilakukan lantaran kapal melewati jalur yang dianggap rawan. Kasus tersebut terungkap setelah salah seorang ABK menelepon istrinya usai disandera oleh para perompak. JAKARTA - Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo memastikan telah mengetahui posisi empat dari tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang disandera di Filipina. Mantan KSAD itu menyebut ketujuh WNI ditempatkan secara terpisah oleh para teroris. "Ada di Jolo, yang sementara yang bisa di monitor adalah empat. Tapi perlu diverifikasi lagi. Terpisah dengan yang tiga," ujar Gatot di kantornya, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur Senin (27/6/2016).

Panglima TNI, Jenderal Gatot (Foto: Okezone)
Syamsul Anwar Khoemaeni
Jurnalis


 Gatot menambahkan, penempatan secara terpisah itu lantaran ketujuh WNI disandera oleh dua kelompok yang berbeda. Jika empat WNI disandera oleh Al Habsyi Cs, sedangkan sisanya disekap oleh Abu Sayyaf. "Iya, salah satu bisa dipastikan Al Habsyi. Satunya lagi kelompoknya pertama (Abu Sayyaf). Kita verifikasi terus, kita cek bener dimana keberadaannya," tandasnya. Seperti diketahui, TB Charles dibajak kelompok perompak di perairan perbatasan Filipina. Pembajakan tersebut dilakukan lantaran kapal melewati jalur yang telah ditetapkan. Kasus tersebut terungkap setelah salah satu ABK menelpon istrinya usai disandera oleh para perompak.



 MANILA – Berselang dua hari setelah Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengumumkan penculikan tujuh anak buah kapal (ABK) di Laut Sulu, Militer Filipina akhirnya mengakui insiden penculikan tersebut. Juru bicara militer Filipina Brigadir Jenderal Restituto Padilla mengatakan, Komandan Mindanao Barat yang mengontrol area tersebut, melaporkan tujuh dari 13 ABK Indonesia termasuk kapten kapal, diculik dari kapal tunda Charles pada 22 Juni pukul 11.00 di Laut Sulu. “Informasi dari unit lapangan memperkirakan korban penculikan ditahan sebagai sandera di suatu tempat di Sulu,” tutur Padilla, seperti dimuat The Star, Senin (27/6/2016). Namun, baik Filipina maupun Indonesia belum memastikan apakah penculik merupakan anggota kelompok Abu Sayyaf atau bukan. Penyanderaan terhadap warga Indonesia di Filipina Selatan adalah yang ketiga kalinya terjadi. Penyanderaan kali ini membuat Menteri Retno marah. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu menyebut penculikan dan penyanderaan kali ini sudah tidak bisa ditoleransi. (Baca juga: Indonesia Tidak Bisa Tolerir Penyanderaan WNI Ketiga Kalinya) Penyanderaan kali ini membuat pemerintah Indonesia melakukan moratorium pengiriman batu bara untuk sementara waktu ke Filipina. Sebelumnya, kelompok Abu Sayyaf menculik serta menyandera 17 ABK Indonesia di dua insiden terpisah pada Maret dan April 2016. Semuanya telah dibebaskan beberapa waktu lalu. (wab

JAKARTA - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai pemerintah perlu memiliki mekanisme tanggap darurat dalam menyikapi kasus penyanderaan, menyusul insiden penyanderaan tujuh warga negara Indonesia oleh kelompok bersenjata. "Pemerintah tampak belum memiliki mekanisme tanggap darurat ketika sebuah kasus penyanderaan terjadi," ujar Ridlwan di Jakarta, Senin (27/6/2016). Sebelumnya kelompok bersenjata di Filipina dikabarkan kembali menyandera terhadap tujuh anak buah Kapal TB Charles dari Samarinda saat melintas di perairan Filipina. Peristiwa penyanderaan ini adalah peristiwa penyanderaan ketiga kalinya terhadap WNI. "Berbeda dengan dua kasus penyanderaan sebelumnya, respons pemerintah terlihat gagap dan kurang siap terhadap kasus ini," ujar Ridlwan.
 Ridlwan menekankan pemerintah melalui Wapres Jusuf Kalla dan Panglima TNI sempat menyangkal adanya penyanderaan. Pemerintah baru bersikap ketika kabar simpang siur terjadi. "Baru setelah simpang siur, Pak Luhut (Menko Polhukam) membuat crisis centre," ujar dia. Dia menyarankan pemerintah mengevaluasi sistem operasi intelijen pada beberapa lini. "Kita sempat dipuji dunia internasional ketika sukses membebaskan 14 WNI.
Saat ini kita diuji lagi dengan kasus tujuh WNI, maka jangan lengah," ujar alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.
Di sisi lain Ridlwan juga menilai penyanderaan terhadap tujuh WNI cukup janggal karena pihak penyandera kali ini meminta tebusan dalam bentuk ringgit bukan dollar atau peso. Selain itu, kelompok bersenjata juga hanya menawan tujuh orang dan membiarkan kapal beserta enam orang lainnya pulang. (ful)

Mereka Mengatakan Indonesia Ini Negara Besar

KRI Imam Bonjol, Penembak Kapal Cina 

Dan Tempat Rapat Jokowi 


Presiden Joko Widodo meninjau KRI Imam Bonjol 383 usai memimpin rapat rapat terbatas tentang Natuna di atas kapal perang tersebut saat berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6). SEKRETARIAT KABINET 
"Kita harus menunjukan bahwa ini adalah jendela kita, halaman muka kita. Ketika orang masuk ke Indonesia, mereka akan mengatakan ini negara besar."

Nelayan Kepulauan Sangihe di Pantai Usai Dikunjungi Jokowi, Pemerintah Kembangkan Transportasi Natuna

Pemerintah Indonesia terlihat sangat serius menyikapi insiden penembakan kapal penangkap ikan berbendera Cina oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut di perairan Laut Natuna, Jumat (17/6) pekan lalu. Bersama beberapa menteri dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Presiden Joko Widodo meninjau langsung KRI Imam Bonjol 383, yang tengah berlayar di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6) pagi.

Di atas kapal perang yang menembak kapal pencoleng ikan asal Cina tersebut, Presiden menggelar rapat terbatas. Rapat itu dihadiri oleh Panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, KSAL Laksamana Ade Supandi, Kepala Bappenas Sofyan Djalil, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Dalam rapat tersebut, Presiden memberikan arahan kepada para menteri dan jajaran TNI untuk mengembangkan wilayah Kepulauan Natuna, terutama perikanan, migas dan pertahanan. “Sebuah kebanggaan nasionalisme, kita harus menunjukan bahwa ini adalah jendela kita, halaman muka kita. Ketika orang masuk ke Indonesia, mereka akan mengatakan ini negara besar," kata Jokowi.
(Baca: Bertebar Ladang Migas, Jokowi Akan Perkuat Keamanan Natuna)
Setelah itu, Jokowi meninjau kondisi peralatan dan persenjataan KRI Imam Bonjol. Presiden juga sempat berada di anjungan kapal sambil menatap ke laut lepas. Tak lupa, Jokowi membubuhkan tanda tangan dan sebuah pesan di buku tamu kapal tersebut: Jaga...Pertahankan NKRI!! Donang Wahyu