ULAH TOKOH : Jokowi Kritis, Administrasi Krisis

Home
Editor's PickOpini

Jokowi Kritis, Administrasi Krisis 


 Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memecat Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 

By Lazuardi - August 17, 2016

Senin (15/8/2016). Terhitung, Arcandra masuk dalam kabinet Presiden Jokowi hanya 20 hari. Presiden dianggap ‘kecolongan’ hingga salah dalam mengangkat seorang menteri dan dalam waktu terbilang singkat memberhentikannya. Arcandra tersandung pada kasus kewarganegaraan. Dia diketahui telah memiliki paspor Amerika semenjak tahun 2012. “Menyikapi pertanyaan-pertanyaan publik terkait dengan status kewarganegaraan Menteri ESDM saudara Arcandra Tahar. Dan setelah memperoleh informasi dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat saudara Arcandra Tahar dari posisinya sebagai Menteri ESDM,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno malam ini di Istana Negara, Senin (15/8/2016), dikutip dari liputan6.com. Perhatian orang lantas menyorot pada sosok Arcandra, bagaimana anak bangsa yang dianggap brilian tersebut ternyata berkewarganegaraan ganda dan bisa lolos menjadi menteri? Ditinjau dari sisi kejeniusan dia di bidang yang digelutinya, maka tidak ada yang bisa meragukannya. Pria kelahiran Padang tersebut memiliki enam hak paten internasional tentang energi sumber daya mineral dari penemuan-penemuan teknis hasil risetnya sendiri di berbagai negara. Akan tetapi memang aturan tidak mengijinkan Arcandra menduduki posisi penting di negeri ini karena paspor Amerika yang terlanjur dimilikinya. Arcandra dinilai melanggar UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan, serta UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara. Aturan tetaplah aturan, dimana warga negara asing tidak diperbolehkan menjadi pejabat, apalagi setingkat menteri. Masyarakat tidak bisa masuk terlalu jauh untuk memahami kenapa Arcandra akhirnya memilih untuk bermohon menjadi warga negara Amerika pada 2012 silam, namun beberapa bulan sebelumnya, tepatnya februari dia juga memperpanjang paspor Indonesia miliknya. Biar itu menjadi rahasia pribadinya. Kita hanya bisa menakar bahwa tindakan tersebut membuat pintunya mengabdi ke Indonesia melalui pintu sebagai pejabat negara terpaksa tertutup. Mungkin bisa lewat jalur lain. Presiden Jokowi boleh kenal dengan Arcandra, bisa konsultasi mengenai perbaikan negeri dengannya di bidang yang energi dan segala seluk beluk mengenai bidang yang memang menjadi keahlian Arcandra. Teramat yakin Arcandra akan membantu sepenuh hati, karena memang darah kecintaannya terhadap Indonesia sepertinya masih terasa. Akan tetapi jika kemudian Jokowi melangkah terlampau jauh dengan memberikan sebuah jabatan, maka mau tidak mau, terima atau tidak, Arcandra harus melewati dahulu persayaratan administrasinya. Di titik ini sepertinya Arcandra sedikit terselip sebuah kekeliruan. Boleh jadi tidak tahu jika berpaspor Amerika tidak boleh jadi menteri atau memang sengaja menyembunyikan statusnya tersebut karena rasa ingin mengabdi pada negeri yang membuncah. Pada titik ini pula seharusnya “mesin” Jokowi bekerja. Presiden memiliki badan intelijen dan lain sebaginya yang bisa mengupas secara detail mengenai sosok yang akan diberi kepercayaan menjadi pembantunya. Sebenarnya, potensi kecolongan seperti ini sangat kecil jika mesin tersebut berjalan optimal dan berdayakan. Semoga itu semua bukan karena Presiden tidak punya kemampuan mempercayai para teliksandi negara. Jika demikian, maka semakin kuat dugaan bahwa Jokowi sebenarnya sedang dikepung oleh sebuah konstalasi kepentingan yang sedemikian rumit hingga dirinya kehilangan rasa percaya kepada siapapun. Mau bagaimanapun juga, ini telah terjadi. Arcandra terpaksa harus diberhentikan karena persyarakat administrasinya tidak memenuhi. Jokowi terpaksa meralat kebijakannya yang baru berusia 20 hari dan harus menerima resiko dikomentarsi negatif atas kekeliruan tersebut. Sesuatu yang perlu diingat bahwa kesalahan yang sifat administrasi ini bukan kali pertama terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Sebelum kekeliruan soal Arcandra, Presiden juga pernah tersandung masalah tanda tangan sebuah kebijakan. Jokowi pernah menaikkan tunjangan uang muka pembelian kendaraan dinas pejabat negara sebesar Rp 94 juta menjadi Rp 210,89 juta per orang. Keputusan tersebut terutang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, yang diundangkan 23 Maret 2015. Namun akhirnya keputusan tersebut dicabut setelah Jokowi menyadari kesalahannya. Ia mengaku hanya mendatangani tanpa membacanya terlebih dahulu. Entah seperti apa mekanismenya, akan tetapi sebuah kebijakan orang sekelas Presiden bisa salah adalah sesuatu yang tidak sepele. “Itulah kenapa saya sebut negeri ini mulai tidak memiliki pemimpin dan kepemimpinan, karena Presidennya hanya sekedar tanda tangan semua dokumen yang disodorkan ke dia tanpa tahu apa kebijakan yang dia tanda tangani,” ujar Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Ahad (5/4/2015), dikutip dari republika.co.id. Dua kejadian tersebut sudah bisa jadi cerminan bagaimana Presiden Jokowi mengalami krisis dalam hal administrasi. Bahkan pakar hukum tata negara, Yusril Izha Mahendra membuat ungkapan yang terbilang sadis. Ia menyatakan jika negara ini diurus oleh orang amatiran. Presiden memang tidak harus mengetahui berbagai hal, pintar segalanya, hafal undang-undang. Namun salah satu kunci memimpin bangsa sebesar ini adalah bagaimana mampu memilih, mengatur dan mengendalikan orang-orang yang membantunya menjalankan roda pemerintahan. Masalahnya, untuk menjadi Presiden, seseorang harus mendapat sokongan dan dukungan dari kekuatan-kekuatan “gaib”. Di mana pada saat berhasil mempimpin, kekuatan-kekuatan ini menagih janji dan saling bergerak secara dinamis. Jokowi jika tak memiliki ‘kedigdayaan’ mengendalikannya maka akan menjadi bulan-bulanan. Tidak dipercaya rakyat dan tidak mampu pula menemukan orang yang bisa dipercayai dalam membangun negeri. Tanda tanda tangan pun salah, memilih menteri juga keliru. Kesalahan ini menjadi lahan bagi para oposisi untuk menyerang Jokowi. Dia akan jadi sasaran empuk atas kealpaannya tersebut. “Menurut saya ini salah satu kecerobohan, ketidakcermatan Presiden dalam memilih para pembantunya,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016), dikutip dari kompas.com. Presiden Jokowi semakin kritis karena krisis admistrasi. Home » News » Pilihan » Tommy S »
Tommy Mulai Serang Megawati

Langsung Dengan Kasus BLBI, Indosat, Dan Kapal Tangker Pertamina
 SUJA NEWS AGUSTUS 14, 2015 NEWS, PILIHAN, TOMMY S Tommy%2BMulai%2BSerang%2BMegawati%2BLangsung%2BDengan%2BKasus%2BBLBI%252C%2BIndosat%252C%2BDan%2BKapal%2BTangker%2BPertamina
Add caption

SujaNEWS.com — Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Beasiswa Supersemar. Dalam putusan Mahkamah Agung yang dijatuhkan pada 8 Juli 2015 tersebut, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar US$ 315 juta dan Rp 139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs sekarang ini. Putusan diambil oleh Ketua Majelis Suwardi, Soltoni Mohdally, dan Mahdi Sorinda. Dengan begitu, putusan PK tersebut memperbaiki kesalahan pengetikan putusan pada 2010 yang dipimpin oleh Harifin Tumpa (saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung) dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto. Mereka memutuskan ahli waris Soeharto harus membayar kembali kepada negara sebesar US$ 315 juta (berasal dari 75% dari US$ 420 juta) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75% dari Rp 185,918 miliar). Namun, dalam putusannya, Mahkamah Agung tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tapi Rp 139,2 juta. Terkait putusan tersebut, putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutoma Mandala Putra atau Tommy Soeharto, lewat akun Twitter-nya pada Kamis malam (13/8) mengatakan, “Tidak ada kata mundur sebelum berperang untuk kebenaran. Malam ini, saya nyatakan banding demi harga diri putra putri lulusan terbaik NKRI!” Ia juga menyinggung soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Dana Revolusi, yang katanya sebagian untuk reformasi dan untuk mendukung ambisi sebagai oposisi. Seperti banyak diberitakan, kasus BLBI banyak dikaitkan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ketika menjadi presiden dan Dana Revolusi konon simpanan milik negara ini, yang sengaja disiapkan oleh Bung Karno untuk kepentingan bangsa. Tommy juga mengatakan, “Mau bongkar pasang atau bongkar-bongkaran sampai rakyat turun ke jalan? Silakan pilih karena pilihan ada di tangan atasan Anda.” Sebelumnya, pada 12 Desember lalu, juga lewat akun Twitter-nya, Tommy menulis, “Sepuluh tahun saja memiliki aset bajibun, apalagi 30 tahun lebih, sudah pasti banyak tabungan untuk anak-cucu. Bukannya sehari-hari ditanggung negara?” Ia juga mengatakan, ada yang mengungkit-ungkit korupsi di Orde Baru, tapi tidak pernah terbukti. “Bagaimana kalau ngungkit tangker dan Indosat yang terjual saat baru memimpin setengah priode,” tulisnya. Tentu saja, apa yang diungkapkan itu langsung bisa ditebak arahnya ke mana, yakni ke Megawati Soekarnoputri, yang pernah menjadi presiden setengah priode menggantikan Gus Dur dan masa dialah terjadi penjualan kapal tangker Pertamina dan BUMN Indosat. Yang agak seram adalah twit selanjutnya: “Apa mau junjungan Anda selama ini saya permalukan di dunia maya? Saya tidak banyak omong karena menurut saya tidak baik memojokkan orang sudah tua,” katanya. Siapakah yang dimaksud dengan junjungan yang sudah tua itu? Rahasia apakah yang dimiliki Tommy Soeharto yang bisa mempermalukan junjungan yang sudah tua? Mungkin kita bisa menduga-duga. Tapi, tentu saja, jawaban pastinya hanya Tommy Soeharto sendiri yang tahu. Apa yang Tommy bahas seperti kasus BLBI, penjualan Indosat, penjualan tanker Pertamina, dan juga kebijakan Release and Dischard kepada para pengemplang BLBI yang dilakukan di zaman Mega kita harus dukung untuk dibongkar habis, termasuk semua kasus korupsi di masa Orde Baru tentunya. Jadi, silakan bongkar-bongkaran biar rakyat tahu semuanya.(rz) RELATED POSTS : ====== Kritik Presiden, Gubernur BI Diminta Belajar Etika SujaNEWS.com — Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo dinilai sudah melampaui batas ketika… Selanjutnya. (Video) Intoleran, Warga Kristen Manokwari Larang Pembangunan Masjid SujaNEWS.com — Netizen bernama Aris Syarief berhasil mengunggah sebuah video ke youtube yang mempe… Selanjutnya. Alhamdulillah, Malaysia Siap Tampung 3.000 Pengungsi Suriah SujaNEWS.com — Malaysia akan membuka pintu bagi 3.000 migrasi pengungsi Suriah selama tiga tahun k… Selanjutnya. APBN anggarkan iklan revolusi mental Rp97.874.415.000 SujaNEWS.com — Pengadaan iklan televisi dengan tema Gerakan Revolusi Mental menganggarkan Rp97.874… Selanjutnya. Kecewa Soal Kereta Cepat, Menteri Jepang : Kami akan Tinjau Ulang Semua Bisnis dengan Indonesia SujaNEWS.com — Keputusan pemerintah Jokowi-JK menyerahkan proyek kereta cepat (shinkansen) berbuah… Selanjutnya. Yusril: Jokowi Jangan Jadi Presiden kalau Begini Caranya SujaNEWS.com — Kegiatan bagi-bagi sembako yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan … Selanjutnya. Ada Upaya Kriminalisasi terhadap Walikota Bandung Ridwan Kamil SujaNEWS.com — Upaya kriminilasisi terhadap Walikota Bandung Ridwan Kamil mulai terlihat, ada piha… Selanjutnya.

==========

Setelah mendapatkan mesin ketik, Soekarno, Mohammad Hatta, Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, Soekarni, BM Diah dan Sudiro mendampingi Sayuti Melik mengetik ulang tulisan tangan pria yang akhirnya menjadi Bapak Proklamator Republik Indonesia itu. Penyusunan yang berakhir sekitar pukul 04.00 WIB pada tanggal 17 Agustus 1945 itu akhirnya dibacakan secara langsung oleh Soekarno dan didampingi sejumlah orang di kediamannya sendiri di Jalan Pegangsaan Timur 56, pada pukul 10.00 WIB.
http://www.suratkabar.id/18314/news/ternyata-nazi-urun-andil-sebelum-indonesia-proklamirkan-kemerdekaan
http://www.suratkabar.id/

Tidak ada komentar: