Mei 13, 2016

Penanganan Atribut PKI Bisa Memicu Konflik

 Penanganan Atribut PKI Bisa Memicu Konflik 

Kamis, 12 Mei 2016 23:38 WIB
Sejumlah massa aksi dari Gerakan Bela Negara (GBN) melakukan aksi demontrasi dengan menginjak simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Senin (17/8/2015). Mereka menolak upaya rekonsiliasi pemerintah dan keluarga anggota PKI. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO


JAKARTA— Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan perlu penegakan hukum atas komunisme. Menurut Haris, pernyataan ini bisa dijadikan alat pembenar bagi siapa pun di daerah atau di lapangan untuk saling tuduh dan berujung konflik atau kekerasan. "Atas nama komunisme, seseorang atau kelompok tertentu bisa melakukan main hakim sendiri," ujar Haris melalui keterangan tertulisnya, Kamis (12/5/2016). Lebih lanjut, Haris menuturkan bahwa maraknya operasi anti-komunisme atau anti-PKI merupakan rekayasa dan tindakan yang berlebihan. Operasi ini, kata dia, terjadi akibat kegamangan pemerintahan Joko Widodo dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Menurut Haris, tujuan dari operasi yang marak pada bulan Mei ini adalah untuk menolak rencana pengungkapan kejahatan politik Orde Baru yang militeristis, terutama pasca-menguatnya upaya identifikasi kuburan massal. Yang kedua, tujuan dari langkah ini adalah membungkam gerakan kelompok kritis di kalangan masyarakat yang makin menguat untuk membongkar berbagai kejahatan negara, baik pada masa lalu maupun yang kini sedang terjadi.Misalnya, menuduh upaya advokasi tolak reklamasi sebagai komunis, dan teror terhadap penerbit buku di Yogyakarta. Semua operasi ini, tutur Haris, adalah bentuk ketakutan dari mereka yang diuntungkan oleh praktik korupsi dan militeristis Orde Baru. "Kepentingan mereka sedang terganggu oleh kemajuan dan perubahan zaman. Presiden harus hentikan operasi-operasi seperti ini. Jika tidak, maka ke depan kita masih akan disuguhi drama anti-komunisme," kata dia. Penulis: Kristian Erdianto

Tidak ada komentar: