April 27, 2016

Abu Sayyaf Penggal Ridsdel Dalam Kondisi Sadar


Abu Sayyaf Penggal Ridsdel dalam Kondisi Sadar



Kesepakatan runtuh setelah kelompok Abu Sayyaf menolak untuk menurunkan nilaituntutan mereka.
John Ridsdel dieksekusi pada hari Senin setelah tenggat ultimatum untuk membayar tebusan 300 juta peso atau sekitar Rp84,5 miliar, berakhir. Pada Senin petang, potongan kepala Ridsel dibungkus plastic dan dibuang di pinggir jalan di depan anak-anak yang sedang bermain di Kota Solo, Sulu, Filipina selatan.
Tiga sahabat Ridsdel, yakni Robert Hall (warga Kanada), Kjartan Sekkingstad (warga Norwegi) dan Maritess Flor (warga Filipina) masih disandera kelompok Abu Sayyaf.
Seorang sumber Inquirer mengatakan bahwa uang tebusan sudah diupayakan diberikan oleh teman-teman, keluarga dan kerabat Ridsdel.
”Saya di sini untuk mencari seseorang yang dapat membantu kami memberikan (uang tebusan)Ini sudah hari ultimatum, belum ada yang terjadi,” kata sumber itu kepada media Filipina yang dilansir Rabu (27/4/2016).
Sumber itu mengatakan uang yang dibayarkan hanya 20 juta peso dan ditawarkan kepada kelompok Abu Sayyaf. Mereka menolaknya, dan mereka menginginkan 300 juta peso.
Pada Senin sore, pensiun Brigadir Jenderal Emmanuel Cayton, seorang teman Ridsdel, menunggu perkembangan dari negosiasi dan kemudian memutuskan untuk naik perahu menuju Jolo. Dia mendengar berita pemenggalan terhadap Ridsdel ketika dalam perjalanan ke Ibu Kota Sulu.
Saya melihat foto-foto, matanya terbuka lebar, ini merupakan indikasi bahwa dia dieksekusi ketika (dalam kondisi) sadar, hidup, dan saya tidak bisa membayangkan kengerian dan rasa sakit untuk keluarga, kata Cayton, kepala konsultan keamanan untuk perusahaan pertambangan TVI, yang juga mantan bos Ridsdel.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengatakan bahwa dia marah ketika diberitahu tentang eksekusi terhadap warganya.
Ini adalah tindakan pembunuhan berdarah dingin dan tanggung jawab terletak pada kelompok teroris yang mengambil dia sebagai sandera," kata Trudeau di Ottawa. Dia mengatakan bahwa Kanada bekerja dengan Filipina untuk mengejar dan mengadili para pembunuh, dan berupaya membebaskan sandera lainnya.
Atas perintah dari Presiden Benigno Aquino III, Kepolisian Nasional Filipina dan Angkatan Bersenjata Filipina meluncurkan operasi intensif untuk membebaskan para sandera yang tersisa dari tangan Abu Sayyaf.

Kanada dan Inggris Desak Negara Lain Tak Bayar Tebusan

Silviana Dharma
Jurnalis
http://news.okezone.com
PM Kanada dan PM Inggris. (Foto: Youtube)
PM Kanada dan PM Inggris. (Foto: Youtube)
TORONTO – Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau mengumumkan kerjasama dengan Inggris untuk mengimbau negara lain berhenti membayar tebusan ke kelompok teroris mana pun.
“Kanada tidak mau dan tidak akan membayar tebusan kepada teroris, secara langsung maupun tidak langsung. (Karena) memenuhi permintaan itu hanya akan membahayakan kehidupan setiap warga Kanada yang hidup, bekerja, dan berpergian ke seluruh dunia setiap tahunnya,” terang Trudeau, seperti diwartakan The Guardian, Rabu (27/4/2016).
Bertemu dengan PM Inggris David Cameron, keduanya meyakini pembayaran tebusan sama saja dengan mendanai kegiatan terorisme dan aktivitas kriminal kelompok tersebut. Belum lagi, secara jangka panjang dampaknya akan terasa bagi semua warga negara di dunia.
Beberapa negara yang dikabarkan melakukan negosiasi uang dengan teroris demi membebaskan warga negaranya antara lain Prancis, Italia, Spanyol, dan Jerman.
Seruan ini datang sehari setelah seorang warga Kanada dieksekusi mati oleh kelompok perompak Abu Sayyaf di Filipina pada Senin 25 Maret 2016 malam WIB. John Risdel (68) diketahui diculik dari wilayah Kepulauan Mindanao, Filipina, pada September 2015. Sejak saat itu ia ditahan oleh militan Abu Sayyaf, dengan maksud menjadi umpan untuk memeras Toronto.
Meski demikian, sampai detik akhir waktu pembayaran yang ditentukan kelompok ekstremisme itu, Pemerintah Kanada bersikukuh tidak menebus kedua warga negaranya. John Risdel pun dikorbankan. Menyisakan seorang warga Kanada lain yang masih menjadi sandera yakni Robert Hall (50).
(Sil)

WNI Tak Kunjung Bebas, Pemerintah Harus Lobi Filipina

Salsabila Qurrataa'yun
Jurnalis

Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)JAKARTA - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Effendi Simbolon meminta Joko Widodo (Jokowi) melobi pemerintah Filipina untuk memberikan izin masuk ke lokasi penyandaraan yang dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf.

April 25, 2016

Luhut sangkal Panama Papers


Luhut sangkal Panama Papers: 'Saat itu saya tidak punya uang'

  • 25 April 2016

Image copyrightREUTERS
Image captionMunculnya nama Luhut Panjaitan di Panama Papers diungkap majalah Tempo.


Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim tidak tahu menahu tentang Mayfair International Ltd., sebuah perusahaan offshore yang tercantum dalam Panama Papers. Pada dokumen tersebut Luhut disebut sebagai direktur tunggal Mayfair.
"Karena waktu itu, tahun 2006, saya tidak punya uang untuk buka perusahaan di luar, jadi untuk apa saya mendirikan perusahaan cangkang seperti itu", kata Luhut kepada wartawan di kantornya, Senin (25/04).
Menurut investigasi Majalah Tempo, nama Luhut disebut pada dokumen Panama Papers terkait Mayfair yang disebut didirikan pada 29 Juni 2006, dan beralamatkan di Seychelles, negara kepulauan di Samudera Hindia, bekas jajahan Inggris.
Mayfair dinyatakan dimiliki oleh dua perusahaan: PT Persada Inti Energi dan PT Buana Inti Energi. Kedua perusahaan itu disebut-sebut terkait dengan perusahaan milik Luhut, PT Toba Bara Sejahtra Tbk.
Ketika ditanyakan oleh wartawan BBC Indonesia, Rafki Hidayat terkait kepemilikan perusahaan-perusahaan tersebut, Luhut menyebut, "Itu (Toba) memang perusahaan saya. Tapi yang Persada-persada itu saya tidak tahu".
"Saya tidak pernah ada perusahaan di luar negeri."
Bocornya dokumen Mossack Fonseca, menyita perhatian dunia beberapa minggu terakhir. Pasalnya, banyak pimpinan dan pejabat tinggi dunia yang menggunakan jasa firma asal Panama tersebut, untuk membuat perusahaan offshore di negara-negara bebas pajak.
Sejumlah tokoh dunia yang namanya tercatat di dokumen ini langsung mengundurkan diri: antara lain Perdana Menteri Islandia, Sigmundur Gunnlaugsson.
Ketika ditanyakan kepada Luhut, apakah sanggahannya ini berarti dirinya menilai Panama Papers mengungkap data palsu, Luhut tidak bisa memberikan jawaban tegas.
"Saya tidak tahu. Itu alamat rumah saya, dibikin salah di situ. Alamat rumah saya dibilang di Mega Kuningan 11, saya tidak tinggal di sana."
Luhut bahkan menuding ada pihak lain yang menggunakan namanya untuk membuat Mayfair. "Karena untuk membuat perusahaan seperti itu, tidak diperlukan tanda tangan saya".
Namun, ketika ditegaskan, apakah Luhut akan melakukan tuntutan terhadap tudingan bahwa dia adalah direktur Mayfair, Ia hanya menjawab "kita lihat nanti".
Nama lain dari Indonesia yang disebut dalam Panama Papers adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis. Ketua BPK yang belakangan terlibat perseteruan dengan Gubernur Jakarta itu mengakui kebenaran dokumen itu, namun menyebut bahwa ia mendirikan perusahaan itu aats desakan anaknya.
Masih banyak nama orang Indoensia lain yang disebut. Yang paling dikenal, Riza Chalid, pengusaha yang terkait dalam apa yang disebut skandal Papa Minta Saham. Ini skandal pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, didampingi Riza Chalid, beberapa waktu lalu, dengan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin.

Buwas :Jamin Kasus AKP Ichwan

Kamis, 05 Mei 2016 , 02:02:00

Ini Jaminan dari Pak Buwas di Kasus AKP Ichwan


Kepala BNN Komjen Budi Waseso.

Foto: dokumen JPNN.Com
Kepala BNN Komjen Budi Waseso. Foto: dokumen JPNN.Com
JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso memastikan penyidikan tentang dugaan aliran uang Rp 2,3 miliar ke mantan Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan, AKP Ichwan Lubis dari bandar narkoba bakal terus berlanjut. Hanya saja, Buwas -sapaan Budi- mengatakan, butuh waktu untuk memperkuat jerat atas Ichwan.
"BNN masih koordinasi dengan Polri. Jadi dari Propam (profesi dan pengamanan, red) Polri datang ke sini (BNN, red) untuk melakukan pengembangan dan pemeriksaan," ujar Buwas kepada wartawan di kantornya, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (4/5).
Menurutnya, penyidikan kasus itu memang membutuhkan waktu lama. Sebab, pelaku merupakan anggota Polri, sehingga penyidikannya pun membutuhkan waktu lebih lama daripada masyarakat biasa.
Buwas menegaskan, BNN menjerat Ichwan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sedangkan untuk dugaan pelanggaran kode etiknya diserahkan ke Polri.
"Kalau di BNN yang kami telusuri adalah TPPU-nya. Soal nanti pidana, kode etik dan disiplin kami serahkan ke Polri," tutur bekas Kabareskrim Polri itu.
Sementara terkait jumlah uang sebesar Rp 2,3 miliar yang telah disita petugas dari tangan seorang kurir, Buwas mengatakan BNN masih menelusurinya. "Dugaan kami memang terkait jaringan narkoba internasional," ujar eks Kapolres Kota Palangkaraya ini.(elf/JPG/ara/jpnn)




Polisi Pelindung Bandar Narkoba 

Harus Dihukum Mati



































































JAKARTA, Tigapilarnews.com – 



Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, sulitnya memberantas narkoba karena banyaknya aparatur pemerintah ataupun aparat penegak hukum yang terlibat dalam bisnis barang haram tersebut.








Sikap pengadilan yang lebih menjatuhkan sanksi bagi para bandar narkoba daripada aparat penegak hukum yang terlibat, membuat para bandar ini tidak kapok untuk mengambil resiko mengedarkan barang tersebut.
“Sudah banyak sekali contoh dimana aparat penegak hukum mulai dari polisi, jaksa maupun hakim sampai aparat lembaga pemasyarakatan dan juga aparat bea dan cukai maupun oknum TNI yang terbukti terlibat dalam pengedaran narkoba. Namun karena mereka tidak pernah dikenakan sanksi yang berat, membuat para bandar tidak kapok untuk melibatkan mereka dalam melakukan bisnis haramnya,” ujar Neta, Senin (25/4/2016).
Oleh karena itu, dirinya pun menyerukan agar jika ada aparat negara atau aparat penegak hukum terlibat dalam bisnis narkoba, maka sudah sepatuhnya hukuman yang dikenakan pada mereka pun harus lebih berat daripada bandar itu sendiri.
”Jadi kalau ada Kasat Narkoba menerima uang Rp 2 miliar dari bandar narkoba, ada ketuan BNN terjaring razia narkoba, maka mereka saya kira pantas dihukum mati. Mereka yang seharusnya memberantas peredaran narkoba dikasih senjata dan kewenangan malah ikut mengedarkan dan memakai,”tegasnya.
Terus berulangnya kasus-kasus yang melibatkan apAratur hukum dan pemerintahan menurutnya adalah hanya sebagian kecil yang terungkap. Dirinya yakin ada lebih banyak lagi oknum polisi maupun aparatur negara dan aparatur keamanan lainnya yang diduga terlibat narkoba.
“Bagaimana pun kasus-kasus ini ini semakin menunjukkan bahwa narkoba makin sulit diberantas di negeri ini yang ada justru bandar narkoba makin banyak memperalat aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Lebih jauh Neta berharap, Polri senantiasa bersikap terbuka terhadap aparatnya yang terlibat narkoba dan memaparkannya ke publik secara berkala. Selain itu polri harus bersikap tegas menindak aparatnya yang bermain-main dengan narkoba dan harus mengenainya pasal maksimal dan tidak lagi melindungi aparatnya.
“Makin banyaknya aparat yang diperbudak narkoba dan diperalat bandar narkoba akibat lemahnya pengawas dari atasan terhadap bawahan, selain itu lemahnya hukuman yang diberikan institusi polri terhadap aparaturnya, bahkan institusi cenderung melindungi. Akibatnya tidak ada efek jera dan polisi-polisi nakal makin nekat mempermainkan hukum,” cetusnya.
Polri lanjutnya, harus menyadari bahwa pemberantasan narkoba jauh lebih sulit daripada pemberantasan terorisme karena banyaknya anggota polri yang terlibat dalam pemberantasan narkoba.
”Jadi jangan hanya teroris yang diuber-uber sampai ke pelosok, sementara didepan mata sendiri, aparat polri berjualan narkoba atau melindungi bandar narkoba,” tandasnya.

AKP Ichwan Lubis













JAKARTA, Tigapilarnews.com — Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah menetapkan Kasat narkoba Polres Belawan, AKP Ichwan Lubis sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap senilai Rp 2,3 miliar yang diterimanya dari seorang bandar Narkoba.
“Sudah tersangka,” ujar Kabag Humas BNN Kombes Slamet Pribadi kepada wartawan, Senin (25/4/2016) siang.
Diketahui, Ichwan sudah diperiksa sejak Jumat lalu oleh pihak BNN. Ichwan dinilai menerima dana senilai Rp 2,3 Miliar untuk menahan kasus seorang bandar sabu yang menjadi tahanan di lapas Lubukpakam, Sumatera Utara.
Dikatakan Slamet, AKP Ichwan Lubis terancam sanksi berat atas masalah ini. Terlebih kini pihak Mabes Polri telah mendatangi BNN untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan AKP Ichwan.
“Kemarin penyidik dari profesi pengamanan Polri merapat ke BNN dalam hal memeriksa dan mencari fakta. Soal kode etik, disiplin. Tapi pidana tidak bisa dhilangkan. Jadi kalau ada pidana dan disiplin, maka pidana lah yang didahulukan,” tukasnya.


Kapolda Janji Copot Jabatan AKP Ichwan LubisJAKARTA, Tigapilarnews.com – AKP Ichwan Lubis, Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan Medan yang kedapatan menerima suap dari bandar narkoba, dicopot dari jabatannya.

Hal tersebut disampaikan Kapolda Sumatra Utara Irjen Raden Budi Winarso, Sabtu (23/4/2016), di kantornya, dikutip dari Koran Sindo Medan. Perwira tinggi bintang dua tersebut mengatakan, pencopotan jabatan anak buahnya itu akan dilakukan Minggu (24/4/2016).
“Besok yang bersangkutan itu saya copot dari jabatannya. Selanjutnya, akan dilakukan proses hukum setibanya di Medan dan akan langsung dijemput oleh Profesi dan Pengamanan (Propam) di bandara,” katanya.
Lebih jauh, Raden menegaskan, langkah BNN menelusuri aliran dana yang diterima AKP Ichwan Lubis dari terpidana narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lubukpakam bernama Toni sudah benar. “Iya, itu benar yang bersangkutan menerima aliran dana dari napi Lapas Lubukpakam yang diamankan BNN sebelumnya,”katanya.Sebelumnya Direktur Prekusor dan Psikotropika (P2) BNN Brigjen Anjan Pramuka Putra membenarkan Kasat Narkoba Polres Belawan AKP Ichwan Lubis telah diamankan atas kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari bandar narkoba kelas kakap Toni.Toni meskipun menjadi terpidana di Lapas Lubukpakam, tetapi masih bisa mengatur jalur peredaran narkoba Malaysia-Medan- Aceh. “Yang bersangkutan (AKP Ichwan Lubis) saat ini memang kita periksa terkait kasus TPPU dari sejumlah bandar narkoba di Sumut,” ujar Anjan.

kenal Toge 7 tahun"
Pertemanan Kasat Reskrim Narkoba Polres KP3 Belawan, Medan, AKP Ichwan Lubis, dengan Toni, bandar kakap narkoba, sudah berlangsung tujuh tahun.
Bermula ketika Toni alias Toge dijebloskan ke Lapas Lubuk Pakam. “Toge alias Toni pernah ditangkap oleh saudara AKP Ichwan, pada 2009, dengan barang bukti kepemilikan 7 butir esktasi. Toni dijatuhi vonis penjara 1 tahun,” ujar Direktur TPPU BNN Brigjen Rachmad Sunanto di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Senin (25/4/2016).
sumber: http://www.tigapilarnews.com/2016/04/polisi-pelindung-bandar-narkoba-harus-dihukum-mati/